BI Proyeksikan Kenaikan Inflasi 0,2% akibat PPN 12%, Begini Dampaknya
- pexels.com/Nataliya Vaitkevich
VIVA – Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia akan naik dari 11% menjadi 12%. Meskipun kenaikan ini terlihat kecil, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan adanya tambahan inflasi sebesar 0,2%. Apa sebenarnya arti angka ini bagi kehidupan sehari-hari Anda? Berikut adalah dampak yang mungkin dirasakan masyarakat akibat kenaikan inflasi ini, terutama bagi kelompok rentan.
1. Harga Barang Kebutuhan Pokok Berpotensi Naik
Kenaikan tarif PPN berarti barang dan jasa yang dikenai pajak akan mengalami peningkatan harga. Untuk kebutuhan pokok yang tidak termasuk barang bebas pajak, seperti beberapa jenis makanan olahan, masyarakat mungkin harus membayar lebih mahal.Â
Contoh barang yang harganya berpotensi naik tidak hanya barang mewah, tetapi barang rumah tangga yang diantaranya sabun dan detergen. Dampak ini akan dirasakan terutama oleh kelompok ekonomi rentan, yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
2. Pengeluaran Rumah Tangga Bertambah
Menurut proyeksi, rumah tangga miskin akan mengalami peningkatan pengeluaran hingga Rp101.880 per bulan. Sementara itu, kelompok kelas menengah diperkirakan mengeluarkan tambahan sebesar Rp354.293 per bulan.
Angka ini mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, tetapi bagi keluarga dengan pendapatan terbatas, kenaikan ini bisa mengganggu alokasi anggaran lainnya.
3. Peningkatan Biaya untuk Layanan Jasa Premium
Barang dan jasa premium seperti produk mewah atau layanan tertentu juga akan dikenai tarif PPN 12% salah satunya yaitu layanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan kategori premium, termasuk layanan VIP.
Hal ini dapat memengaruhi masyarakat yang menggunakan jasa pendidikan internasional, layanan kesehatan non-subsidi, atau produk teknologi canggih. Dampaknya bisa terasa langsung pada harga layanan ini yang semakin mahal.
4. Pengurangan Daya Beli Masyarakat
Kenaikan inflasi sebesar 0,2% dapat mengurangi daya beli, terutama pada kelompok rentan yang pendapatannya tidak naik seiring inflasi. Ketika harga naik, kemampuan masyarakat untuk membeli barang yang sama dengan uang yang dimiliki akan menurun.
Hal ini dapat mempersempit pilihan konsumsi masyarakat, memaksa mereka untuk mencari alternatif barang yang lebih murah, atau bahkan mengurangi konsumsi barang tertentu secara keseluruhan.
5. Tekanan pada Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UMKM)
UMKM yang bergantung pada bahan baku yang dikenai PPN mungkin harus menaikkan harga produknya untuk menutupi kenaikan biaya produksi. Dengan harga yang lebih tinggi, konsumen mungkin mulai mempertimbangkan ulang pembelian mereka.
Persaingan di pasar akan semakin ketat, terutama dengan munculnya produk alternatif yang lebih terjangkau. Akibatnya, UMKM berisiko kehilangan pelanggan setia yang sensitif terhadap harga. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi keberlanjutan usaha mereka jika tidak ada strategi adaptasi yang tepat.
6. Dampak pada Kelompok Miskin yang Bergantung pada Subsidi
Bagi kelompok miskin yang bergantung pada subsidi atau bantuan pemerintah, kenaikan inflasi bisa memperburuk kondisi ekonomi mereka. Kenaikan harga kebutuhan pokok dapat menguras sebagian besar pendapatan mereka.
Hal ini membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan lain yang juga penting. Misalnya, dana untuk pendidikan anak atau biaya kesehatan menjadi terpaksa dikurangi. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memperburuk kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
7. Potensi Kenaikan Tarif Layanan Transportasi
Layanan transportasi umum atau transportasi daring yang termasuk dalam kategori barang/jasa kena pajak mungkin mengalami penyesuaian tarif. Kenaikan ini akan langsung berdampak pada biaya mobilitas harian masyarakat.
Kenaikan inflasi sebesar 0,2% akibat PPN 12% mungkin terlihat kecil di atas kertas, tetapi dampaknya nyata bagi dompet Anda, terutama bagi kelompok ekonomi rentan. Penting bagi masyarakat untuk memahami dampak ini dan mengambil langkah-langkah antisipasi agar keuangan tetap stabil di tengah perubahan kebijakan pajak.