KCIC Tambah Perjalanan Kereta Whoosh Jadi 62 di 2025, Targetkan 22.000 Penumpang

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo
Sumber :
  • YouTube VIVA

Jakarta, VIVA – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus meningkatkan kapasitas layanan kereta cepat Jakarta-Bandung. Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, mengungkapkan bahwa pada 1 Januari 2025, jumlah perjalanan Whoosh akan meningkat menjadi 62 perjalanan per hari. 

Stasiun KCIC Karawang Beroperasi di 2025, Bagaimana Dampaknya Pada Waktu Tempuh Perjalanan Whoosh?

Penambahan perjalanan tersebut bertujuan untuk memenuhi tingginya permintaan penumpang dan mencapai target jumlah penumpang yang lebih besar di masa depan.

"Untuk tahun depan, perjalanan menjadi 62," kata Didiek dalam wawancara di Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung, seperti dikutip dari kanal YouTube VIVA, Rabu, 18 Desember 2024.

LRT Jabodebek Siap Layani 929 Ribu Penumpang Selama Libur Nataru 2024

Saat ini, kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung sudah menarik rata-rata 18.800 penumpang setiap harinya. KAI menargetkan jumlah penumpang ini bisa meningkat secara bertahap menjadi 20.000 hingga 22.000 penumpang per hari pada tahun 2025. 

KCIC Tegaskan Tak Terlibat Pengadaan Proyek Kereta Cepat Whoosh

Penambahan jumlah perjalanan ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target tersebut. "Jika sekarang di 18.000, harapannya nanti bisa rata-rata 20.000 hingga 22.000," ujarnya.

Peningkatan jumlah perjalanan juga berkaitan dengan pengembangan stasiun-stasiun pendukung dan fasilitas-fasilitas lainnya. Salah satu yang dinantikan adalah pembukaan stasiun Karawang yang diperkirakan dapat menambah sekitar 2.000 hingga 4.000 penumpang per hari. 

KAI berharap dapat mencapai 22.000 penumpang sebelum akhirnya menargetkan 30.000 penumpang per hari dalam beberapa tahun ke depan.

Didiek juga menambahkan bahwa perkembangan stasiun kereta cepat dan area komersial seperti Transit Oriented Development (TOD) akan menjadi bagian dari strategi pendapatan non-fare yang penting. 

"Kami bisa belajar dari operator-operator Jepang dan Hongkong. Di sana, komposisi non-fare revenue sekitar 20 sampai 40%. Di kita, masih sekitar 10%, tetapi sedang dalam proses pengembangan," kata Didiek.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya