Gen Z dan Milenial Disebut Siap Resign Massal pada 2025, Ada Apa?
- Freepik.com//@prostooleh
Jakarta, VIVA – Sebuah laporan terbaru dari platform pemeriksaan latar belakang Checkr mengungkapkan potensi gelombang besar resign pekerja muda di Amerika Serikat di tahun 2025. Survei terhadap 3.000 pekerja menunjukkan bahwa 51 persen Gen Z (usia 18-27 tahun) dan 47 persen milenial (usia 28-43 tahun) menyatakan akan mencari pekerjaan baru jika tidak mendapatkan kenaikan gaji.
Sebagai perbandingan, hanya 20 persen baby boomer atau pekerja di kelompok umur usia 60-69 tahun, yang menyampaikan hal serupa.
"Gen Z, khususnya, berada pada tahap awal karier mereka dan cenderung mengambil risiko jika merasa tidak diberi kompensasi yang adil, terutama dengan meningkatnya biaya hidup," kata Alex Beene, instruktur literasi keuangan di University of Tennessee at Martin, seperti dikutip dari Newsweek, Senin, 16 Desember 2024.
Tak hanya soal upah, generasi muda juga lebih cenderung merasa tidak puas di tempat kerja. Berdasarkan survei, hanya 25 persen Gen Z dan 42 persen milenial yang merasa bahagia, jauh lebih rendah dibandingkan 50 persen baby boomer dan Gen X (usia 44-59 tahun).
"Pasar kerja saat ini berubah drastis," kata Kevin Thompson, pendiri 9i Capital Group. "Persaingan untuk mendapatkan talenta sangat ketat, dan perusahaan harus bersedia membayar lebih untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik," ujarnya.
Di sisi lain, hanya 46 persen dari semua responden survei merasa digaji secara adil di tahun 2024. Ketidakpuasan terbesar datang dari Gen Z, di mana 43 persennya merasa mereka dibayar di bawah standar.
Menurut Michael Ryan, pendiri michaelryanmoney(dot)com, loyalitas kerja tradisional kini bergeser menjadi hubungan transaksional. "Kinerja, inovasi, dan kompensasi yang adil adalah mata uang baru dalam loyalitas di tempat kerja," ungkapnya.
Beberapa sektor seperti kesehatan dan pendidikan menjadi yang paling terdampak oleh gelombang resign ini. "Orang-orang meninggalkan pekerjaan di mana mereka merasa terlalu banyak bekerja, kekurangan sumber daya, dibayar rendah, atau tidak dihargai," kata Amy Stewart dari Payscale.
Sementara itu, Bryan Driscoll, konsultan SDM, menambahkan bahwa pandemi telah mengubah cara generasi muda memandang pekerjaan. "Mereka bukan hanya meminta gaji lebih tinggi, tetapi juga penghargaan atas kerja keras mereka," katanya.
Gen Z, yang dibesarkan di era budaya influencer dan ekonomi gig, memandang karier sebagai strategi jangka pendek, bukan komitmen seumur hidup. "Untuk Gen Z, gaji hanyalah bagian dari nilai yang mereka cari," kata Jennifer Lee Magas, profesor komunikasi di Nova Southeastern University.
Driscoll mengungkapkan, meski gelombang resign besar-besaran mungkin tidak terjadi, tetapi dia memperingatkan bahwa perusahaan akan menghadapi tingkat pergantian karyawan yang tinggi. "Perusahaan harus membayar mahal untuk merekrut, melatih, dan mengintegrasikan karyawan baru jika tidak memperbaiki kondisi ini," ujarnya.
"Bayar dengan adil, tawarkan peluang pengembangan yang berarti, dan perlakukan karyawan dengan manusiawi," saran Driscoll.