KPPU Endus Dugaan Persekongkolan Pengadaan Kereta Cepat Whoosh
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Dugaan praktik persekongkolan dalam pengadaan unit kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau whoosh mencuat di persidangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pada sidang perdana, Jumat 13 Desember 2024, Investigator Penuntutan KPPU memaparkan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) terkait pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan Tender.
Dalam keterangan resmi yang dikutip laman kppu.go.id, Kasus ini melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai Terlapor I, yang berperan sebagai panitia tender, dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai Terlapor II.
Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan proses tender pengadaan Electric Multiple Unit (EMU), unit kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau whoosh.
Temuan Investigator
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Aru Armando, serta Anggota Budi Joyo Santoso dan Gopprera Panggabean, Investigator KPPU mengungkap sejumlah kejanggalan pada proses tender.
"Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP), Investigator Penuntutan menjelaskan berbagai fakta atau temuan yang mengarah pada persekongkolan, seperti Terlapor I yang tidak memiliki peraturan tertulis yang baku terkait tata cara pemilihan penyedia barang dan/atau jasa," tulis keterangan yang dikutip laman resmi kppu.go.id.
Terlapor I tidak melakukan penerimaan dan/atau pembukaan dan/atau evaluasi dokumen penawaran secara terbuka atau transparan, dan Terlapor I memenangkan peserta tender yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi. Investigator menduga Terlapor I telah melakukan diskriminasi dan pembatasan peserta tender untuk memenangkan Terlapor II.
PT Anugerah Logistik Prestasindo, sebagai pemenang tender, dinilai tidak layak karena gagal memenuhi sejumlah persyaratan, seperti modal disetor minimal Rp10 miliar dan pengalaman relevan di bidang terkait. Terlapor II juga tidak mendapatkan skor tertinggi dalam proses penilaian.
Akibatnya, kesempatan peserta tender lain untuk bersaing secara adil diduga terhambat. “persekongkolan tersebut telah menghambat atau menutup kesempatan peserta lain menjadi pemenang tender. Sebagai catatan, pemenang harusnya dipilih dengan metode tender Penilaian Bentuk, Penilaian Kualifikasi dan Penilaian Responsif," tulisnya.
KPPU menduga telah terjadi diskriminasi yang sengaja dilakukan oleh Terlapor I untuk memenangkan Terlapor II. Investigator menyebut hal ini melanggar prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Sidang berlangsung di Kantor KPPU Jakarta dengan agenda pembacaan LDP. Setelah pemaparan ini, Majelis Komisi memberikan kesempatan bagi para Terlapor untuk menyampaikan tanggapan pada sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 7 Januari 2025.