Hambat Ekonomi Nasional, Kemenko Perekonomian Soroti Rancangan Permenkes Soal IHT

Petani menjemur daun tembakau (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Jakarta, VIVA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyoroti wacana soal penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Hal itu terus memicu protes banyak kalangan, karena dinilai akan menghambat kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) terhadap perekonomian nasional.

Mengatasi Epidemi Merokok Perlu Strategi Kebijakan Komprehensif Berbasis Bukti Ilmiah

Sejumlah pihak dari pelaku industri hingga asosiasi petani menilai, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mengindahkan desakan berbagai pihak untuk mempertimbangkan ulang aturan, yang dinilai dapat mengancam keberlangsungan perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia tersebut.

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto mengatakan, Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan itu terlalu ketat. Menurutnya, hal itu melebihi standar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang notabene bahkan sama sekali tidak diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.

Jangan Gunakan Antibiotik Tanpa Resep Dokter!

"Kami menerima banyak keluhan dari asosiasi petani dan industri. Mereka merasa pengaturan yang terlalu ketat justru akan menghambat kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) terhadap ekonomi, termasuk pembayaran cukai," kata Eko dalam keterangannya pada Rabu, 11 Desember 2024.

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Komentar Menkes Budi Gunadi Sadikin soal Isu Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2025

Eko juga mengingatkan bahwa IHT memiliki multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga kontribusi terhadap pendapatan negara. "Kami berharap kebijakan yang dihasilkan (untuk IHT) tidak mengekang, melainkan seimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan industri," ujar Eko.

Selain itu, Eko juga menekankan bahwa pembahasan Rancangan Permenkes harus dilakukan secara inklusif serta perlu melibatkan lebih banyak pihak terkait, termasuk asosiasi petani tembakau dan industri.

"Kami berharap pembahasan ini dilakukan secara inklusif dengan mengundang semua pihak yang terdampak, termasuk asosiasi petani dan industri. Supaya hasil akhirnya tidak merugikan salah satu sektor," ujarnya.

Diketahui, sebelumnya berbagai kalangan masyarakat hingga pihak parlemen juga kerap kali bersuara soal Rancangan Permenkes ini, karena dinilai sangat dipaksakan meskipun terus menuai banjir protes dari berbagai pihak.

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi menyoroti sikap jajaran Kementerian Kesehatan yang tampak bersikukuh untuk meloloskan aturan restriktif terhadap IHT, melalui Rancangan Permenkes tersebut. Padahal, aturan ini memiliki dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

"Kalau Kemenkes masih bersikukuh (untuk menerbitkan Rancangan Permenkes) dengan satu tujuan yaitu untuk kesehatan, tapi tidak mempertimbangkan dampak ekonominya, maka ini bukan keputusan yang bijaksana," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya