Anindya Bakrie Ungkap Tantangan Kerja Sama Dagang RI-Uni Eropa
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie mengungkapkan sejumlah tantangan yang selama ini dihadapi oleh Indonesia, utamanya dalam hal menjalin perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa.
Dia mengakui bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi seperti framework (kerangka kerja) serta model bisnis dari perjanjian perdagangan kedua belah pihak, yang sampai saat ini belum rampung di susun dalam Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
"Mungkin kesulitannya itu karena framework-nya atau model bisnisnya lagi dibuat. Karena Uni Eropa itu kan gabungan dari 27 negara, jadi memang untuk mendapatkan suatu framework atau model bisnis itu tidak gampang," kata Anindya usai acara 'Indonesia Euro Investment Summit 2024', di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, pada Senin, 9 Desember 2024.
Hal itu belum termasuk perbedaan dalam hal standar yang dimiliki oleh Indonesia dan Uni Eropa, sehingga kerap membuat perbedaan pandangan dan menyebabkan klausul-klausul di dalam IEU-CEPA itu masih tersendat untuk disepakati.
"Dan kadang-kadang bisa dibilang makan waktu, karena standar mereka kan enggak selalu sama dengan kita," ujarnya.
Meski demikian, Anindya menegaskan bahwa secara umum tentunya kesempatan untuk menjalin perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa juga tidak kecil. Hal itu didasarkannya pada pengalamannya saat mendampingi Presiden Prabowo Subianto, saat menerima kunjungan sejumlah pengusaha Jepang dari Japan-Indonesia Association (Japinda) di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Karenanya terkait kerangka perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa tersebut, Dia menegaskan bahwa hal itu merupakan langkah yang sangat penting dan strategis baik bagi pemerintah Indonesia maupun Uni Eropa sendiri.
Sebab, Indonesia menurutnya dapat menyeimbangkan cakupan perdagangan dengan negara-negara Timur maupun Barat. Sehingga, kesempatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian nasional khususnya dari sektor perdagangan juga akan semakin terbuka makin lebar.
"Untuk Indonesia, (keuntungannya) bisa melakukan balancing atau keseimbangan antara Barat dan Timur, karena Uni Eropa itu menjadi suatu alternatif yang besar. Dan sebaliknya, dari Eropa juga butuh Indonesia untuk menjadi mitra strategis, agar mereka bisa masuk ke Asia Tenggara atau Indo-Pasifik," ujarnya.