Nasib Pemberlakuan PPN 12 Persen Dindur, Luhut Pandjaitan Jelaskan Begini

Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menjadi pembicara di Asia Future Summit Singapura [dok. Instagram @luhut.pandjaitan]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional, DEN, Luhut Binsar Pandjaitan buka suara terkait kabar diundurnya pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen, yang seharusnya naik pada 1 Januari 2025. Sebelumnya Luhut menyebut ada kemungkinan aturan ini akan diundur. 

PPN Naik Jadi 12 Persen Bakal Berdampak ke Dunia Usaha, Ketum Kadin Anindya Bakrie: Kalau Bisa Ditunda

Luhut menjelaskan, saat ini pemerintah tengah membahas terkait nasib PPN 12 persen. Namun, pemerintah dalam hal ini melihat adanya daya beli masyarakat.

"Lagi diolah, dirapatkan, sedang didiskusikan tapi kita sudah ada formatnya biar nanti setelah rapat diputuskan. Tapi yang pasti pemerintah melihat lah kalau ada pelemahan dari purchasing power itu," ujar Luhut di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, dikutip Sabtu, 30 November 2024. 

Siasat Hyundai Hadapi PPN 12 Persen

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara irit bicara ketika ditanya mengenai rencana diundurnya PPN 12 persen ini. 

"Nanti kita liat," ujarnya.

Menko Airlangga: Penundaan Penerapan PPN 12% Dibahas

Adapun kenaikan PPN ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa kenaikan tarif PPN naik 10 persen menjadi 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian pemerintah akan kembali menaikkan tarif sebesar 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. 

Sebelumnya, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 berpotensi diundur. Hal ini dikarenakan pemerintah akan memberikan stimulus untuk masyarakat menengah ke bawah.

"Ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini (stimulus)," ujar Luhut di Jakarta, Rabu, 27 November 2024. 

Luhut mengatakan, sebelum diberlakukannya kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pemerintah harus memberikan stimulus kepada masyarakat yang memiliki ekonomi susah. Pemerintah pun saat ini masih menghitung besaran stimulus tersebut.

"PPN 12 persen itu sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan," ujarnya. 

Adapun stimulus yang akan diberikan ini berbentuk bantuan tarif listrik. Dia menyebut, alasan bantuan tidak langsung ini diberikan untuk menghindari penyalahgunaan bantuan.

"Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya