Adopsi FCTC Bisa Mematikan Industri Tembakau, Pemerintah Didorong Jaga Kedaulatan RI

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Jakarta, VIVA - Upaya jajaran Kementerian Kesehatan mendorong penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/204) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dinilai sebagai bagian dari adopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia.

Asosiasi Pedagang Kelontong Tolak Rancangan Permenkes Soal Kemasan Rokok Polos

Pasalnya, Indonesia tidak meratifikasi perjanjian FCTC tersebut, namun Kemenkes memasukkan poin-poin dalam perjanjian internasional tersebut ke dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes. Hal itu termasuk penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, seperti yang diatur pada FCTC Pasal 11.

Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus

Photo :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Sesuaikan Harga Jual Eceran Rokok Cegah Downtrading

Terkait hal itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Profesor Hikmahanto Juwana menegaskan, sudah seharusnya Indonesia menolak FCTC dan segala bentuk adaptasinya.

"Rancangan Permenkes yang terus didorong oleh jajaran Kemenkes, membuat Indonesia mendapatkan intervensi dari luar negeri dalam menentukan kebijakan. Tindakan diam-diam mengadopsi ketentuan FCTC ke dalam kebijakan Kemenkes ini mencoreng kemerdekaan bernegara," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Jumat, 29 November 2024.

Bahas Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Rangkul Seluruh Stakeholder

Menurutnya kondisi ini membuat Indonesia seolah-olah tidak punya kebebasan untuk menentukan kebijakan. "Jangan ketentuan yang dibuat di luar negeri diterapkan di Indonesia. Kalau seperti ini, menunjukkan Indonesia masih dijajah oleh negara lain," ujarnya.

Padahal, Hikmahanto mengatakan bahwa dalam beberapa kesempatan, Indonesia telah melawan penerapan aturan yang sejalan dengan FCTC di Amerika Serikat dan Australia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dia menegaskan, tindakan perlawanan itu harus terus dilanjutkan demi menjaga kedaulatan Indonesia.

“Kita harus konsisten. Jangan sampai lembaga tertentu menggunakan Kemenkes untuk melawan pihak lainnya, seperti Kementerian Keuangan. Dulu kan kita sudah pernah diadu domba waktu dijajah. Masa sekarang mau diadu domba lagi. Hilangkan ego sektoral masing-masing,” kata Hikmahanto.

Meskipun mengaku dirinya bukan perokok, namun faktanya tidak dapat dipungkiri bahwa industri tembakau di Indonesia telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar di berbagai wilayah. Perekonomian yang dibangun pun sangat besar, bahkan berkontribusi signifikan sebagai pendapatan negara melalui cukai rokok.

Petani menjemur daun tembakau (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Karenanya, aturan yang pertama kali dicetuskan oleh jajaran Kemenkes ini dinilai sebagai sebuah tindakan yang sembrono. Penolakan dari berbagai pihak pun terus bermunculan, bahkan dari Kementerian dan lembaga terkait lainnya yang menjadi pembina industri tembakau.

"Dampak positif terhadap ekonomi dan sosial dari industri tembakau, tidak bisa dikesampingkan oleh jajaran Kemenkes. Saya menyayangkan adanya aturan ini hanya karena desakan dari pihak tertentu yang ingin mengadopsi FCTC. Kalau diterapkan, pemerintah akan mematikan industri tembakau," ujarnya.

Petani menjemur daun tembakau (Foto ilustrasi)

DPR Kritik Kebijakan Rokok Polos: Ini Bukan Keputusan yang Bijak

Anggota Komisi IX DPR RI, Fraksi NasDem, Nurhadi mengkritik sikap Kemenkes yang bersikukuh menerbitkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa pertimbangkandampak ekonominya.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024