Peran Maksimal APBN Dukung Program Prioritas Prabowo
- Sekretariat Presiden
Jakarta, VIVA – Presiden Prabowo Subianto memiliki sejumlah program prioritas dalam lima tahun masa kepemimpinannya. Beberapa di antaranya seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga swasembada pangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 telah dirembukkan secara maksimal sejak masa transisi dari pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Presiden Jokowi.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengatakan, untuk mendukung berbagai program unggulan Prabowo, APBN 2025 sudah didesain untuk hal tersebut. Hal ini disampaikannya dalam pertemuan bersama media di di Anyer, Serang Banten, Rabu, 25 September 2024.
"APBN 2025 didesain untuk menangkap program-program unggulan presiden terpilih Prabowo, di dalam prinsip-prinsip fiskal prudent," ujar Thomas dikutip Jumat, 29 November 2024.
Thomas mengatakan, untuk defisit APBN pada 2025 dipatok sebesar 2,53 persen dari PDB. Angka ini menggambarkan komitmen pemerintah untuk tetap menjaga APBN yang sehat.
Di sisi lain, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, program unggulan Prabowo sudah ditampung dalam APBN 2025, tepatnya di belanja Kementerian Lembaga (K/L) yang nilainya sebesar Rp 121 triliun.
Makan Bergizi Gratis
Program yang dinamai Quick Win ini di antaranya, Makan Bergizi Gratis dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun. Ini diperuntukan untuk memberikan makan siang kepada ibu hamil, ibu menyusui, balita serta peserta didik di seluruh jenjang pendidikan.
Kemudian program Pemeriksaan Kesehatan Gratis dengan alokasi anggaran Rp 3,2 triliun digunakan untuk cek kesehatan gratis kepada 52,2 juta orang. Pembangunan RS lengkap dan berkualitas di daerah sebesar Rp 1,8 triliun, penuntasan TBC sebesar Rp 1,8 triliun.
Lalu ada renovasi sekolah dengan alokasi anggaran sebesar Rp 20 triliun, sekolah unggulan terintegrasi sebesar Rp 2 triliun. Selanjutnya untuk program lumbung pangan nasional, daerah, dan desa sebesar Rp 15 triliun.
Di samping itu, Thomas menyatakan bahwa Presiden Prabowo ke depan akan mencari mesin pertumbuhan baru untuk mendorong penerimaan pajak.
"Saya mau menggarisbawahi pemerintahan Prabowo ke depan akan mencari mesin pertumbuhan baru atau sektor-sektor yang bisa memberikan sumber pertumbuhan ekonomi lainnya," jelasnya.
Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memerintahkan kepada Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu untuk menggali potensi penerimaan pajak dari kegiatan informal, aktivitas ilegal maupun underground economy atau ekonomi bawah tanah.
Sri Mulyani mengatakan, hal tersebut sesuai arahan dari Presiden Prabowo Subianto agar mengumpulkan potensi pajak dari sektor yang belum tersentuh.
"Ini yang sedang saya minta ke Pak Anggito, kan memang ditambahkan dalam armada Kemenkeu dengan tujuan pak Prabowo minta waktu itu sisi penerimaan banyak sekali yang dianggap belum bisa di collect atau capture baik karena nature-nya adalah ilegal, informal, underground, shadow," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu, 13 November 2024.
Sri Mulyani mengatakan, saat ini jajaranya telah merumuskan sektor-sektor yang bisa digali potensi penerimaannya. "Ini kemudian yang sedang kita rumuskan," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan roadmap tersebut, termasuk upaya untuk mendongkrak tax ratio.
"Kami sedang menyusun (roadmap), karena ini bagian yang terus terang bapak/ibu sekalian bertanya cukup banyak dan sudah berkali-kali panjang, liat sendiri gak ada yang ditutup-tutupi," terangnya.
Lalu, pemerintah pada 2025 juga berencana untuk menerapkan tarif cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Hal ini tertuang dalam Buku Nota Keuangan II, ini dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
Kemudian pemerintah direncanakan juga akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN naik 10 persen menjadi 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Setelahnya, Pemerintah akan kembali menaikkan tarif sebesar 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Namun, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen di awal 2025 hampir pasti diundur.Â
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengatakan untuk mendukung berbagai program prioritas Prabowo ini, pemerintah perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Untuk intensifikasi bisa dilakukan dengan memeriksa data-data wajib pajak, terutama yang didapatkan dari program pengampunan pajak jilid atau tax amnesty jilid I dan II. Kedua bisa dilakukan melalui konsolidasi data NPWP dan KTP.Â
"Dari sana kemudian diperiksa apakah para wajib pajak ini telah membayarkan ataupun melaporkan pajaknya secara baik dan tentu ini yang kemudian bisa menjadi harapan untuk meningkatkan penerimaan dari data-data wajib pajak yang sudah diperiksa," jelasnya.
Yusuf menuturkan, untuk ekstensifikasi pemerintah bisa menarik pajak baru. Misalnya melalui instrumen pajak karbon yang saat ini dimiliki oleh pemerintah.
"Dan saya kira instrumen pajak karbon ini punya peluang untuk menjadi salah satu sumber penerimaan, dan desain bersamaan dia juga bisa menjadi instrumen pemerintah untuk mencapai target net Zero emission dalam beberapa tahun ke depan," jelasnya.
Tak hanya itu, Yusuf menilai pemerintah juga bisa menerapkan pajak windfall untuk komoditas tertentu ketika harga komoditas tersebut meningkat di atas rata-rata harga komoditas.
"Terakhirnya juga sebenarnya potensial adalah mengenakan pajak untuk orang kaya, apalagi dalam KTT G20 kemarin wacana terkait penerapan tarif pajak untuk orang kaya disampaikan sebagai salah satu bentuk upaya untuk distribusi pendapatan," imbuhnya.