Pendapatan Global McDonald hingga Starbucks Babak Belur Akibat Aksi Boikot
- VIVA.co.id/ Sherly (Tangerang)
Jakarta, VIVA – Perusahaan yang menghadapi boikot umumnya memiliki waralaba di berbagai negara. Akibatnya, pendapatan secara global kompak mengalami penurunan signifikan.
Beberapa perusahaan yang produknya menjadi target Boikot, Divestasi, Sanski (BDS) yang digaungkan di seluruh dunia antara lain McDonald's, Starbucks, KFC, hingga minuman berkarbonasi Coca-Cola dan Pepsi. Gerakan ini sebagai bentuk dukungan untuk menekan ekonomi penyokong Israel dan mendukung Palestina mendapat hak kemerdekaannya.
Dikutip dari The Cradle pada Selasa (26/11/2024), raksasa makanan dan minuman dunia, McDonald's dan Starbucks, sama-sama melaporkan penurunan penjualan dan laba yang disebabkan aksi boikot internasional.
Laporan penjualan global McDonald's pada bulan Juli 2024, mengalami penurunan dan jadi pertama kalinya sejak tahun 2020. Laba bersih fastfood Amerika Serikat merosot 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sejalan dengan McDonald's, Starbucks juga membukukan penurunan penjualan di gerai-gerai Amerika Utara lebih dari 2 persen sementara penjualan di seluruh dunia turun 7 persen. Otomatis, total laba internasional anjlok 23 persen.
Kondisi tersebut sejalan dengan gerai Starbucks di Malaysia yang dikendalikan oleh Berjaya Food. Dilaporkan bahwa pendapatan kuartalannya susut sebanyak 48 persen.
Tidak hanya itu, nasib kerugian juga melanda KFC, restoran cepat saji yang tersohor akan ayam gorengnya. Secara global, KFC juga termasuk merek yang paling terpukul akibat boikot di mana harus menutup 108 dari 600 gerainya di Malaysia pada awal tahun ini.
Pada Oktober 2024, Coca-Cola melaporkan laba bersih senilai US$1 miliar atas penjualan berkarbonisasi senilai 1,4 miliar liter minuman bersoda dikonsumsi di Pakistan. Jumlah tersebut setara dengan 0,7 persen dari jumlah konsumsi minuman soda yang dikonsumsi di negara tersebut.
Nominal tersebut sangat jauh dari jumlah laba bersih pada tahun 2023. Keuntungan Coca-Cola adalah $45,8 miliar sedangkan PepsiCo sebesar $91,5 miliar.
Penurunan menunjukkan bahwa adanya penurunan perdana sejak 2009. Hal tersebut disebabkan penjualan minuman berkarbonasi justru semakin sedikit yang diakibatkan boikot masif di seluruh dunia.