Akselerasi Transisi Energi, Penerapan ESG Harus Jadi Budaya Industri
- Glass Lewis
Jakarta, VIVA – Industri energi di Indonesia perlu didorong untuk mengimplementasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) sebagai bagian dari gaya hidup perusahaan, bukan sekadar formalitas atau pencitraan. Hal itu penting dalam upaya mempercepat transisi energi bersih menuju Net Zero Emission (NZE) yang dicanangkan pemerintah.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safruddin, mengatakan bahwa untuk mengakselerasi transisi energi bersih, diperlukan perubahan mindset bagi para pelaku industri energi dan ketenagalistrikan. Prinsip ESG harus ditekankan sebagai bagian dari gaya hidup perusahaan.
“Mulai dari CEO, manajemen, sampai ke level staf-staf bawah itu harus memiliki satu kesatuan yang memang ESG itu harus benar-benar diimplementasikan sebagai sebuah lifestyle, bukan greenwashing,” ujar Safrudin dikutip dari keterangannya, Jumat, 15 November 2024.
Ia berharap pelaku industri energi dan ketenagalistrikan yang akan hadir pada Electricity Connect 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat pada 20-22 November nanti mampu menerapkan prinsip ESG dengan menyeluruh.
“Hampir semua perusahaan termasuk perusahaan yang memproduksi energi, kendaraan listrik, semua itu menggunakan ESG hanya semacam greenwashing saja, masalahnya di situ. Kami ini skeptis ya, karena faktanya sebagian besar masih menggunakannya sebagai greenwashing,” kata Safrudin.
Pemerhati lingkungan perkotaan ini menegaskan, jika para pelaku industri ini telah mengubah mindset mereka, akan secara mudah mengadopsi prinsip ESG ke dalam tiap kebijakan perusahaan.“Artinya, dalam keseharian ya (ESG) ini lifestyle mereka dalam berkarya. Kalau sudah menjadi lifestyle, mindset-nya ya mindset ESG secara genuine,” jelas Safrudin.
Sebagai informasi, program transisi energi bersih menuju NZE pada 2060 masih menjadi isu bagi para pemangku kepentingan dari pemerintah, industri energi hingga pemerhati lingkungan. Salah satunya terkait aspek ESG yang kini telah menjadi prinsip penting pada pengelolaan operasional perusahaan.
Isu perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global telah mengubah pandangan investor dan konsumen terhadap ‘proses seleksi’ perusahaan mana saja yang memegang komitmen terkait keberlanjutan (sustainability). Perusahaan yang mengadopsi prinsip ESG diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran tinggi mengenai isu lingkungan dan sosial pada tiap keputusan bisnis, khususnya yang terkait kebijakan dalam jangka panjang.
Adapun pelaku industri yang menerapkan prinsip ini tidak hanya akan memperoleh keuntungan secara finansial saja, namun juga dapat menciptakan dampak positif bagi lingkungan sekitar, termasuk masyarakat. Sehingga pada akhirnya kebijakan perusahaan turut berkontribusi dalam terciptanya ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Menangkap isu ini, pemerintah melalui perusahaan pelat merah yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN, yakni PT PLN (Persero) menggandeng Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) menggelar ajang Electricity Connect 2024 bertajuk ‘Go Beyond Power Energizing The Future’ dalam rangka memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mempercepat transisi Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Acara ini akan dihadiri lebih dari 500 exhibitor dan 15.000 pengunjung dari berbagai profesi yang fokus pada bidang ketenagalistrikan. Pada acara ini, para pemangku kepentingan dan pelaku industri ketenagalistrikan diharapkan untuk tidak hanya bertukar informasi mengenai teknologi energi bersih saja, namun juga berbagi wawasan mengenai smart grid, hingga memperkuat kolaborasi global untuk mencapai transisi energi menuju NZE pada 2060,” kata Ketua Panitia Electricity Connect 2024 Arsyadanny G Akmalaputri.