OJK Targetkan Aturan soal Lembaga Pemeringkat Kredit Alternatif Rampung Akhir 2024

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 11 November 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan Peraturan OJK (POJK) terkait innovative credit scoring (ICS), bakal rampung di akhir tahun 2024. Beleid itu nantinya akan menjadi landasan hukum yang mengatur perizinan serta kelembagaan, bagi institusi/lembaga pemberi layanan Pemeringkatan Kredit Alternatif (PKA).

OJK Panggil Manajemen Lunaria Annua Teknologi, Ini Masalahnya

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi mengatakan, saat ini pihaknya masih memfinalisasi aturan tersebut, seiring upaya untuk mendorong harmonisasi terhadapnya.

"Kita sih maunya sebulan dari sekarang paling lambat (POJK nya sudah rampung), jadi per akhir tahun ini," kata Hasan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 11 November 2024.

OJK Terpilih Jadi Anggota Komite Eksekutif Organisasi Dana Pensiun Dunia

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Dia menjelaskan, saat ini OJK masih memproses persetujuan tanda terdaftar bagi 10 entitas di dalam pipeline. Sementara untuk yang sudah terdaftar diakuinya baru ada 4 entitas. Setelah nantinya aturan soal perizinan bagi para PKA itu terbit, maka para entitas tersebut akan berstatus seperti para pelaku jasa keuangan lainnya, dan harus mengajukan izin usaha penuh ke OJK sesuai dengan peraturan yang ada di POJK.

Perekonomian Global Masih Stagnan, OJK Waspadai Dampaknya ke Perbankan RI

Hasan menjelaskan, para entitas PKA ini nantinya bakal memanfaatkan data non-tradisional, untuk menilai kelayakan kredit melalui berbagai aspek selain dari data pinjaman historis di lembaga keuangan. Misalnya seperti data soal kebiasaan berbelanja dan membayar di platform e-commerce, perilaku di media sosial, data telepon, penggunaan utilitas (seperti listrik dan air), hingga data terkait sewa-menyewa apartemen.

PKA ini dipastikan akan berbeda dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Sebab, SLIK masih menggunakan data historis kredit untuk menentukan kelayakan kredit seseorang, yang hanya mencakup orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki riwayat pinjaman saja.

Selain itu, PKA itu nantinya juga akan berbeda dengan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), yang hanya berbasis data riwayat kredit namun tidak mengakomodir mereka yang belum memilikinya.

Dengan fungsi komplementer, lanjut Hasan, nantinya PKA itulah yang akan melengkapi informasi yang diperoleh dari SLIK atau LPIP, dengan memasukkan data alternatif. Sehingga proses penilaian kredit menjadi lebih akurat, dan dapat mengurangi risiko gagal bayar (probability of default).

"Kalau kita sebut, kredit skor alternatif itu akan jadi komplementer pelengkap dari proses pengambilan keputusan penyaluran kredit," kata Hasan.

"Jadi kalau SLIK, LPIP, kemudian ditambah lagi dengan kredit skor alternatif sesuai hasil riset, maka diharapkan hal itu akan meningkatkan kualitas (kredit) dan menurunkan probability of default," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya