Pemerintah Akan Luncurkan Sistem Coretax, DPR: Permudah Masyarakat Bayar Pajak
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Jakarta, VIVA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI berencana meluncurkan sistem baru bernama Coretax pada Januari 2025. Inovasi ini diharapkan dapat mengurangi beban administrasi wajib pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
Dalam hal ini, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Fathi, menyambut baik inisiatif pemerintah untuk mempermudah masyarakat dalam melaporkan pajak.
Fathi menegaskan bahwa selama ini masih banyak masyarakat yang kesulitan dalam melaporkan pajaknya.
"Sebetulnya, banyak masyarakat yang masih kesulitan melaporkan pajaknya karena proses pengisian SPT yang dianggap rumit," kata Fathi dalam keterangannya, Minggu, 10 November 2024.
“Saya berharap dengan adanya kemudahan seperti ini, lebih banyak masyarakat yang tergerak untuk taat pajak dan berkontribusi bagi negara," sambungnya.
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan bahwa sistem Coretax akan menyajikan data secara otomatis melalui fitur pre populated data.
Artinya, pengisian SPT wajib pajak badan akan dilakukan oleh sistem berdasarkan data yang sudah ada. Hal ini memungkinkan wajib pajak hanya perlu memverifikasi kebenaran data yang tercatat di dalam sistem.
Suryo juga menambahkan bahwa dengan adanya pre populated data, para wajib pajak badan yang memiliki bukti potong atau bukti pungut pajak dari pihak lain, kini akan melihat data potongan dan pungutan pajaknya langsung tersaji di dalam SPT mereka.
Data ini otomatis disiapkan melalui sistem e-filing, sehingga mempercepat dan menyederhanakan proses pelaporan.
Sebagai tambahan, Direktorat Jenderal Pajak juga berencana menerbitkan aturan baru mengenai kriteria wajib pajak yang tidak perlu lagi melaporkan SPT Tahunan jika memenuhi persyaratan tertentu.
Aturan ini telah dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 sebagai bagian dari penerapan sistem Coretax.
Beberapa kriteria yang akan dibebaskan dari kewajiban pelaporan SPT di antaranya adalah wajib pajak yang tidak lagi memiliki penghasilan, pensiunan, serta pengusaha yang berhenti menjalankan usaha.
Dengan peraturan ini, masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun dapat mengajukan status sebagai wajib pajak non-efektif (NE) dan tidak lagi diwajibkan melaporkan SPT tahunan.
Bagi banyak orang, ini akan menjadi kemudahan yang sangat signifikan, khususnya bagi mereka yang secara finansial berada di bawah ambang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Berikut daftar wajib pajak yang biasanya bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE adalah:
- Yang penghasilannya turun menjadi di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
- Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha
- Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan
- Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan
Fathi menilai bahwa langkah ini menjadi bukti upaya pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan efisien.
"Saya mengapresiasi kebijakan ini dan berharap agar langkah-langkah semacam ini bisa terus ditingkatkan untuk membantu masyarakat sekaligus meningkatkan penerimaan negara," pungkas Fathi.