Dukung Program 3 Juta Rumah, Menteri ATR Hitung Total Lahan di Luar Pulau Jawa

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid dalam acara Developer Gathering bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang diadakan di BTN
Sumber :
  • Antara

Jakarta, VIVA – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid sedang menghitung total lahan di luar Pulau Jawa. Hal itu dimaksudkan agar bisa dimanfaatkan untuk mendukung program tiga juta rumah per tahun.

Brimob Siapkan 5 Ha Lahan di Karawang Timur Dukung Program Ketahanan Pangan

Nusron menyampaikan hal itu dalam acara Developer Gathering bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang diadakan PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero), di Menara BTN, Jakarta.

“Ini kami lagi hitung Pak Ara (Menteri PKP Maruarar Sirait) untuk perumahan yang luar Jawa, mungkin yang di kota-kota besar di luar Jawa akan kami hitung. Biasanya untuk perumahan yang di luar Jawa itu tidak ada isu tentang tanah. Kalau luar Jawa karena tanahnya banyak, yang bangun rumah sedikit kalau di luar Jawa,” katanya seperti dikutip Antara, Sabtu, 9 November 2024.

Strategi Wahono untuk Wujudkan Keberlanjutan Pembangunan di Bojonegoro

Ilustrasi pembangunan rumah.

Photo :
  • VIVA/Dusep Malik

Menurutnya, pembangunan rumah itu masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, kecuali di kota-kota besar di luar Pulau Jawa seperti Medan, kemudian Padang, Palembang, Bandarlampung, Makassar, Banjarmasin. “Dan mungkin yang kota-kota baru, seperti Mataram dan sebagainya yang sedang tumbuh,” ujarnya.

Menteri Nusron Akui 60 Persen Konflik Pertanahan di Tanah Air Libatkan Oknum Kementeriannya

Potensi Tanah Terlantar Capai 1,3 Juta

Hingga kini, potensi tanah telantar selama lima tahun ke depan disebut mencapai 1,3 juta hektare (ha). Namun, seluruh tanah tersebut tak hanya akan dipakai untuk kepentingan pembangunan perumahan, tetapi juga untuk urusan transmigrasi, membuka sawah, dan mendukung program “fish estate”. Artinya, Kementerian ATR/BPN harus bisa memenuhi kepentingan dari berbagai kementerian yang membutuhkan tambahan lahan.

Berdasarkan hasil identifikasi, lahan idle/eks Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Kementerian ATR/BPN yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan sekitar 14 ribu ha di Pulau Jawa.

“Dengan catatan, saya belum cek tata ruangnya. Tabrakan dengan LSD (Lahan Sawah yang Dilindungi) apa tidak. Karena kalau itu masuk di LSD, maka bapak-bapak yang nanti akan membangun itu menjadi perumahan akan diwajibkan untuk mengganti membuka sawah di lahan yang lain,” ujar Nusron.

Misalnya, ada seorang pengembang membuka kawasan perumahan di LSD sebesar 1 ha, setara dengan hasil panen 10-20 ton palawija atau jagung, maka perlu digantikan dengan lahan yang memiliki tingkat produktivitas bahan pangan yang sama.

Pihaknya juga membuka peluang berkontribusi dalam pembangunan tiga juta rumah dengan membebaskan sejumlah luas lahan yang berpotensi dialihfungsikan menjadi perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dari tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), termasuk biaya ukur tanah dan layanan tambahan lainnya.

Dalam kesempatan itu, dia turut menekankan perihal kewajiban para pengembang membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) sebesar 40 persen apabila membuat perumahan, sebagaimana ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Kami akan bersamaan dengan Pak Ara dan tentunya karena ini otoritas pemberian izin itu di pemda (pemerintah daerah), kami akan melibatkan Pak Tito (Tito Karnavian) selaku Mendagri, kami akan mengadakan audit tentang tata ruang. Jadi para pengembang yang fasum-fasosnya kurang dari 40 persen, karena ini rezim otoritas tata ruang, kami akan denda, kami akan hitung. Tapi, ongkos dendanya kan tidak mungkin kita minta bongkar rumahnya karena sudah kadung dibangun,” kata Menteri ATR.

Untuk formulasi denda, pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait akan merumuskan berapa kewajiban denda yang harus diberikan kepada pengembang dalam rangka menggantikan perumahan MBR sebagai bagian dari program tiga juta rumah.

Nusron menegaskan persoalan ini, karena dirinya menemukan beberapa kompleks perumahan di Jabotabek, Jawa Timur, atau Jawa Tengah yang tidak memiliki fasum-fasos. Alias, semua lokasi perumahan dipakai hanya untuk kepentingan secara komersial.

“Kami berdua sudah lapor Bapak Presiden, dan Bapak Presiden menyetujui tentang masalah penertiban dan pengendalian tentang tata ruang itu supaya fasum dan fasosnya di lingkungan juga terpenuhi dengan baik,” ujar dia.

Pemerintah memiliki program 3 juta rumah per tahun sebagai salah satu program prioritas dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat, utamanya MBR. Tiga juta rumah yang dimaksud memiliki berbagai skema pembiayaan, dan tergolong gratis untuk kategori tertentu saja. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya