Sepakati Standar Kapal Demi Cegah Detensi, RI-Tiongkok Teken MoU Keselamatan Maritim

[dok. Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA – Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, meneken Nota Kesepahaman Kerjasama Keselamatan Maritim dengan Administrasi Keselamatan Maritim Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Jelang Nataru, Kapal Tanker PIS Rokan dan Natuna Perkuat Distribusi Energi Nasional

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt Antoni Arif Priadi menjelaskan, kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan maritim yang meliputi beberapa bidang.

"Antara lain yaitu pengawasan keselamatan kapal, perlindungan lingkungan laut, fasilitasi transportasi maritim, keselamatan navigasi dan pelayanan, kepelautan, urusan internasional, dan bidang lain yang disepakati bersama," kata Antoni dalam keterangannya, Jumat, 8 November 2024.

Konglomerat Sugiman Halim Investasi Jumbo Saham BOAT, Kepemilikannya Naik Jadi 10,51 Persen

Dia menjelaskan, latar belakang diinisiasinya perjanjian kerja sama ini adalah keinginan kedua belah pihak, untuk mengurangi kapal-kapal yang tidak memenuhi standard. Sehingga menimbulkan risiko keselamatan jiwa dan juga pencemaran lingkungan laut.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia / Kemenhub RI

Photo :
  • vivanews/Andry Daud
Reputasi Whitelist Harus Dijaga, PT BKI Ajak Terus Tingkatkan Kualitas Kapal Berbendera Indonesia

Antoni mengungkapkan, selama periode 2023-2024, Administrasi Keselamatan Maritim RRT telah melakukan detensi terhadap 14 kapal berbendera Indonesia, sementara jumlah kunjungan kapal berbendera Indonesia ke Tiongkok cukup banyak. Hal ini disebabkan karena sertifikat yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai Recognized Organization (RO), belum diakui secara menyeluruh di Tiongkok.

"Utamanya terkait belum adanya izin bagi BKI untuk berkegiatan di Tiongkok, dan belum masuknya BKI dalam keanggotaan IACS," ujarnya.

Status detensi ini, menurut Antoni, tentunya sangat merugikan posisi Flag State atau negara bendera kapal. Apalagi saat ini Indonesia berada pada posisi cluster white-list, yang harus tetap dipertahankan dengan cara membangun komunikasi-komunikasi yang dapat mempererat hubungan bilateral antara negara-negara anggota International Maritime Organization (IMO). Khususnya yang tergabung dalam Tokyo Memorendum of Understanding on Port State Control (Tokyo MoU).

"Inilah salah satu pertimbangan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih intensif antara Ditjen Perhubungan Laut dengan Administrasi Keselamatan Maritim Tiongkok, khususnya di bidang Port State Control (PSC) dan Flag State Control (FSC)," kata Antoni.

"Hal itu sesuai dengan hukum dan peraturan internasional yang relevan, untuk meningkatkan kualitas kapal-kapal dari masing-masing negara, sehingga risiko yang mengancam keselamatan pelayaran dapat diturunkan," ujarnya.

Sebagai informasi, perjanjian kerja sama ini berlaku untuk jangka waktu awal lima (5) tahun, dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu berikutnya oleh salah satu Pihak. Caranya yakni dengan memberikan pemberitahuan tertulis sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, sebelum berakhirnya jangka waktu awal melalui saluran diplomatik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya