Soal Sritex, Ekonom Ungkap Permasalahan Mendasar Industri Tekstil

Sritex.
Sumber :
  • Antara.

Jakarta, VIVA – Ekonom asal Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi menilai bahwa industri tekstil di Indonesia sudah dalam kondisi tertekan sejak 10 tahun terakhir. Hal ini menyusul kabar putusan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.

Ekonom Optimis Penjualan Mobil Capai 1 Juta pada 2025

Keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8/2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor belakangan dianggap sebagai biang keladi pailitnya PT Sritex. Kendati demikian, Kementerian Perdagangan sudah menyatakan bahwa Permendag 8/2024 bukan menjadi penyebab dari gulung tikar industri tekstil di Indonesia, namun masih ada pihak yang mengaitkannya.  

“Saya rasa bukan karena Permendagnya, tidak ada kausalitas. Mungkin ada korelasi tapi bukan penyebabnya. Iklim makro industri tekstil sudah tertekan sejak 10 tahun terakhir,” kata Fithra dikutip dalam keterangannya, Selasa, 4 November 2024.

Ekonom Sebut Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Berpotensi Pengaruhi Kinerja Pasar Modal

Biaya Produksi dan Penyebab Kalah Saing

Ilustrasi Industri tekstil.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Inflasi November 2024 Terendah Sejak Agustus 2021, Ekonom Sebut Perlu Waspadai Hal Ini

Ia melanjutkan, berbagai faktor yang menyebabkan industri tekstil makin tertekan ialah besarnya biaya produksi. Sementara jaringan produksi yang dibangun tidak sebaik negara-negara tetangga, misalnya Vietnam.

“Jaringan produksi global tidak terintegrasi dengan baik sehingga industri kita kalah bersaing,” jelasnya.

Fithra menyebut, kendati pada pandemi Covid-19, PT Sritex menerima banyak pesanan, namun dilihat dari utang yang dimilikinya menjadi bukti bahwa perusahaan ini sudah mengalami kesulitan keuangan.

“Pada 2020 mengajukan perpanjangan utang, ini kan berarti perusahaan ini sudah mengalami kesulitan keuangan. Perbankan pun juga takut memberikan kredit sehingga mengenakan bunga premium yang cukup tinggi,” ungkap dia.

Fithra meminta pemerintah agar lebih holistik dalam menyelesaikan masalah Sritex yang juga bisa berdampak pada perekonomian. 

Sebaliknya, ia menganggap keluarnya Permendag 8/2024 justru menghasilkan banyak manfaat. Mengingat tujuan dari keluarnya Permendag ini untuk merelaksasi barang-barang yang mengalami penumpukan di awal tahun.

“Penumpukan barang (impor) semakin besar sehingga mengakibatkan ongkos logistik tinggi. Jadi saya kira Permendag ini manfaatnya jauh lebih banyak, misalnya membuat smooth, karena jika barang terhambat juga akan merugikan banyak UMKM kita,” katanya.

ilustrasi bank.

Bank Indonesia Diproyeksi Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen

Penahanan suku bunga ini penting dilakukan dikarenakan nilai tukar rupiah yang sedang mengalami tekanan depresiasi.

img_title
VIVA.co.id
18 Desember 2024