Tangani Kasus Sengketa Perusahaan Asuransi, OJK Diminta Turun Tangan

Ilustrasi asuransi/keuangan.
Sumber :
  • Pixabay/Stevepb

Jakarta, VIVA – PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM) sebagai pihak yang merasa menjadi korban asuransi, telah mengecam pernyataan PT Great Eastern General Insurance Indonesia (PT GEGII) yang menuduh kliennya menyembunyikan fakta material dalam proses penutupan asuransi.

Genjot Inovasi Bagi Konsumen, Unilever Indonesia Fokus 3 Hal Ini

Kuasa hukum PT RBM, Fatiatulo Lazira meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjatuhkan sanksi kepada PT GEGII, berupa pembekuan produk atau layanan dan kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya atau pencabutan izin produk dan layanan.

"OJK sebagai lembaga representasi negara yang dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, harus melakukan tindakan hukum terhadap PT. GEGII, agar tidak menjadi preseden yang menimbulkan semakin banyak korban di sektor asuransi seperti yang sering terjadi," ujarnya.

Menteri Rosan Pastikan Gerak Cepat Realisasikan Komitmen Investasi US$8,5 Miliar dari 10 Perusahaan Inggris

Dia menjabarkan, tuduhan itu tidak berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan."Kami menilai, PT. GEGII memutarbalikkan fakta. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dalam Perkara No. 209/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst, terbukti bahwa PT. GEGII tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik pada saat penutupan asuransi," kata Fati dalam keterangannya, Senin, 4 November 2024.

Kuasa hukum PT RBM, Fatiatulo Lazira.

Photo :
  • Istimewa.
Pupuk Kaltim Tegaskan Penerapan SNI Tingkatkan Daya Saing Perusahaan

Dia berpendapat, penolakan klaim asuransi PT GEGII adalah karena terjadi perbedaan penafsiran fakta meterial, tentang penghitungan rasio kerugian (loss ratio) dan loss record (pengalaman klaim). Dimana loss ratio dapat dihitung dari klaim asuransi yang dibayarkan (incurred claim) ditambah biaya penyesuaian (adjustment expenses), kemudian dibagi dengan total premi yang diperoleh (total premium earned).

Pihak PT GEGII beralasan, PT. RBM yang diwakili oleh PT. Sukses Utama Sejahtera (PT. SUS) tidak mengungkap fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209, yang mengangkut muatan batu bara milik PT RBM pada 24-25 Desember 2022 silam. Sehingga, hal itu mengakibatkan tumpahnya muatan batu bara milik PT RBM ke lautan.

"Faktanya, PT. RBM belum mendapat konfirmasi pembayaran klaim atas kecelakaan pada 24-25 Desember 2022, sehingga penghitungan rasio kerugian (loss ratio) pada saat penutupan asuransi adalah nol," ujarnya.

Menurutnya, PT RBM selaku tertanggung yang diwakili oleh PT SUS selaku broker, telah mengungkapkan fakta material secara jujur kepada PT GEGII selaku penanggung. Termasuk di antaranya bahwa rasio kerugian PT. RBM selama 5 tahun terakhir dan diperbaharui menjadi 3 tahun adalah nol.

"Pada saat penutupan asuransi, klien kami sudah mengungkapkan informasi yang benar sesuai dengan formulir placing slip, dan PT GEGII tidak pernah melakukan identifikasi dan verifikasi informasi tersebut, baik dalam bentuk wawancara maupun survey. Sehingga klien kami merasa bahwa informasi yang disampaikan sudah cukup. Giliran klien kami mengajukan klaim, baru sekarang dicari-cari kesalahan untuk menolak klaim," kata Fati.

Dia menegaskan, pada saat penutupan asuransi, menurut hukum perusahaan asuransi wajib menerapkan identifikasi dan verifikasi atas dokumen pendukung terhadap konsumen, sebagai wujud penerapan prinsip mengenal nasabah.

Ilustrasi asuransi/menabung dan mengelola keuangan.

Photo :
  • Pixabay

Secara teknis, merujuk pada POJK 22/2023, contoh menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon konsumen dengan fakta yang sebenarnya antara lain mencocokkan kesesuaian tempat tinggal konsumen dengan data pada identitas konsumen.

"Kalau perusahaan asuransi sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan hukum asuransi dan hukum di sektor jasa keuangan, perbedaan penafsiran terkait loss ratio mapun loss record, seharusnya tidak terjadi," kata Fati.

"Ketidakcupkan proses seleksi risiko yang dilakukan oleh pada saat penutupan asuransi, maka tindakan tersebut dikualifikasi sebagai risiko asuransi dan tidak dapat menjadi alasan penolakan klaim asuransi," ujarnya.

Ia pun mengingatkan PT. GEGII bahwa UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian sudah mengatur bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim dengan alasan yang masih berkaitan dengan penutupan asuransi. Fati juga menerangkan bahwa pada saat PT. RBM mengajukan klaim, PT. GEGII menunjuk surveyor yang tidak disepakati dalam polis asuransi.

"Di persidangan, terungkap fakta bahwa terdapat empat Nominasi Loss Adjuster dan Marine Surveyor di dalam polis asuransi, akan tetapi PT. GEGII justru menunjuk pihak lain di luar polis. Tindakan ini jelas menunjukkan ketidakpatuhan dan bertentangan dengan hukum," kata Fati.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya