Kelas Menengah Setop Kebiasaan Ini kalau Gak Mau Miskin! Cuma Buang-buang Duit

Ilustrasi Mengatur Keuangan
Sumber :
  • pexels.com/Karolina Kaboompics

Jakarta, VIVA – Kalangan kelas menengah (middle class) tengah dilanda badai ekonomi karena laju inflasi yang terus meningkat yang menyebabkan harga barang ikut melonjak. Berhentilah melakukan kebiasan yang berimbas buruk terhadap keuangan agar tidak semakin menderita.

Bursa Asia Loyo Disaat Wall Street Perkasa Usai Donald Trump Kenakan Tarif Pajak Baru

Gaji habis di tengah bulan menjadi sebuah yang kerap dialami banyak orang. Padahal, pengelolaan keuangan yang baik dapat mencegah hal tersebut sekaligus menjadi cara mencapai tujuan finansial.

Salah satu penyebab utama masalah keuangan kelas menengah adalah kebiasaan buruk yang tanpa sadar dilakukan seperti bagian dari 'kebutuhan'. Apabila Anda tidak segera mengubahkan maka dapat berdampak menggerogoti keuangan secara perlahan dan bahkan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Ketua OJK Ungkap Strategi Sektor Jasa Keuangan Dukung Wujudkan Indonesia Emas 2045

Dikutip dari New Trade U pada Kamis (31/10/2024), berikut kebiasaan buruk yang perlu dihindari oleh kelas menengah. Apa saja? Mari simak ulasan lengkapnya.

Digital Trust Global Alami Tren Penurunan, Begini Strategi OJK Jaga Optimisme di RI

1. Makan di Restoran

Harga makanan di restoran meningkat sebesar 24 persen sejak Januari 2020. Lonjakan ini menandakan kenaikan biaya makan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir.

Kebiasaan makan di rumah makan juga mengharuskan untuk membayar pajak sehingga membuat Anda harus mengeluarkan uang lebih banyak. Sebuah keluarga beranggotakan empat orang setidaknya menghabiskan rata-rata US$ 64 untuk sekali makan di restoran.

2. Mengganti Mobil Setiap Tahun

Ferarri putih Kim Kardashian yang dibelikan oleh Jho Low

Photo :
  • Insider

Kelley Blue Book melaporkan harga rata-rata mobil baru pada bulan Oktober 2024 senilai US$ 48.397 atau naik tipis dari bulan sebelumnya. Harga rata-rata kendaraan listrik (EV) baru sekitar US$ 56.351.

Artinya jika Anda membeli mobil baru maka pembayaran bulanan lebih dari US$ 700. Banyak pembeli yang mengabaikan penyusutan harga mobil yang sangat signifikan hingga mencapai 20-30 persen dari harga beli hanya setahun pertama. 

Kebiasaan mengganti mobil seyogyanya mulai Anda tinggalkan mengingat suku bunga pinjaman yang telah mencapai level tertinggi dalam 15 tahun. Misalnya, mobil seharga US$ 48 ribu yang dikreditkan selama 60 bulan akan dikenakan biaya bunga tambahan sebesar US$ 9 ribu.

Anda lebih disarankan membeli mobil bekas berkualitas. Sisa uangnya digunakan untuk investasi jangka panjang.

3. Membeli Gawai Terbaru

Apple iPhone.

Photo :
  • Toms Guide/Future

Perusahaan akan terus berinovasi guna meningkatkan produk mereka menjadi lebih canggih dengan adopsi teknologi termutakhir. Berbagai fiur yang ditawarkan hingga sifat FOMO menjadi kombinasi kuat menggoyahkan iman untuk membeli ponsel keluaran terbaru.

Harga gawai terpantau sudah melebihi US$ 1 ribu sementara model premium hampir mendekati US$ 1,5 ribu. Peningkatan harga akan terus terjadi dari tahun ke tahun dengan iming-iming kualitas kamera yang lebih jernih dan prosesor lebih cepat yang pada kenyataannya tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh sebagian besar pengguna.

Studi menunjukkan ponsel dari dua generasi terakhir dapat menjalankan aplikasi dan sistem operasi terkini. Artinya, masa pakai ponsel menjadi lebih panjang sekitar tiga sampai empat tahun. Dengan menahan mengganti gawai maka dapat menghemat hingga US$ 2 ribu.

4. Minum Kopi Setiap Hari

Meskipun kedai kopi menawarkan kenyamanan dan pengalaman bersosialisasi tetapi tanpa disadari dapat membebani keuangan. Dampak finansial dari ritual harian sudah tidak bisa dikatakan wajar.

Alasannya kebiasaan minum kopi bisa menghabiskan biaya rata-rata US$ 5-7 per minuman. Apabila diakumulasikan maka Anda kehilangan lebih dari US$ 2 ribu per tahun.

5. Konsumtif dengan Barang Branded

Stok minyak goreng di Ratu Swalayan, Kota Malang.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lucky Aditya (Malang)

Istilah ada barang ada kualitas yang sudah tidak relevan dengan kondisi keuangan kelas menengah. Riset konsumen secara konsisten menunjukkan bahwa produk bermerek ternama seringkali memiliki kualitas yang sama atau lebih baik daripada brand standar.

Tetapi bukan berarti Anda harus meninggalkan barang-barang produk ternama. Anda hanya perlu memilah-milah kategori apa yang seharusnya menggunakan barang branded.

Misalnya, Anda belanja kebutuhan pokok di swalayan maka pengeluarannya bisa melonjak 50 persen lebih mahal daripada membeli di pasar tradisional atau toko kelontong. Hal ini karena adanya perbedaan harga meskipun produknya sama. Di mana, jika Anda membeli di pasar tradisional maka pengeluaran keluarga bisa lebih hemat US$ 200-300 per bulan.

Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman

Menteri UMKM Kasih Sinyal Sri Mulyani Setujui Insentif PPh Final UMKM Diperpanjang

Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman menyebut pihaknya telah mengusulkan perpanjangan insentif UMKM Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5 persen.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024