Survei: Lanskap Keuangan Keluarga Berubah, 'Menteri Keuangan Keluarga' Bukan Ibu Lagi
- www.freepik.com/free-vector
Jakarta, VIVA – Bukan zamannya lagi bahwa keuangan keluarga dibebankan kepada Ibu. Kondisi ini karena adanya pergeseran peran Ayah dan Ibu dalam lanskap keuangan keluarga modern.
Seiring perkembangan zaman, pembagian peran tradisional dalam keluarga mengalami pergeseran signifikan Jika dulu peran Ayah lebih melekat sebagai pencari nafkah utama dan Ibu lebih berfokus pada pengurusan rumah tangga.
Kini, semakin banyak yang saling berbagi tanggung jawab finansial demi memenuhi kebutuhan hidup yang kian meningkat. Hal ini tercermin dari hasil survei Orami pada tahun 2023 yang dilakukan terhadap 423 responden di Indonesia.
Dikutip dari keterangan resmi Orami pada Selasa (29/10/2024), survei menunjukkan sebanyak 53 persen keluarga merupakan dual-earner family atau memiliki dua sumber penghasilan, yaitu dari Ayah dan Ibu. Oleh karena itu, perlunya strategi yang tepat dalam mengatur keuangan keluarga.
Survei Orami juga menemukan adanya korelasi antara usia anak dan besarnya pengeluaran keluarga. Semakin bertambah usia anak maka pengeluaran keluarga cenderung meningkat.
Misalnya, pengeluaran orang tua yang memiliki anak dari usia 0-3 tahun sebesar Rp2.500.000 hingga Rp5.000.000 per bulan Sementara, Ayah dan Ibu dengan anak berusia di berusia 3-5 tahun relatif mengeluarkan lebih banyak dana bisa mencapai di atas Rp15.000.000 per bulan.
Data tersebut menyoroti bahwa keluarga perlu mempersiapkan anggaran yang lebih besar. Khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan yang berkembang seiring pertambahan usia anak.
Di masa kini, tugas sebagai ‘Menteri Keuangan Keluarga’ pun dapat diemban oleh Ibu dan/atau Ayah, atas kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, penting strategi mengatur keuangan keluarga yang tepat agar penggunaan dana lebih efektif dan efisien.
Komunikasi yang terbuka serta transparansi antara Ayah dan Ibu menjadi kunci dalam mencapai financial freedom di keluarga. Mengingat, faktor ekonomi menjadi salah satu dari lima faktor tertinggi penyebab perceraian di Indonesia.
Jumlahnya mencapai 110.939 dari 516.334 kasus pada tahun 2022. Komunikasi yang terbuka menjadi secara rutin dengan pasangan dapat menghindari percekcokan yang bukan tidak mungkin berujung pada perceraian.