Mengenal Mata Uang BRICS, Ada Bendera dan Nama Indonesia?
- ANTARA
Jakarta, VIVA – Mata uang BRICS belakangan ini ramai di media sosial. Hal tersebut karena munculnya unggahan di TikTok yang menunjukkan adanya bendera dan nama Indonesia di mata uang BRICS.
Sontak, unggahan tersebut memicu spekulasi bahwa Indonesia telah bergabung dengan BRICS dan akan meninggalkan dolar sebagai mata uang perdagangan. Namun, melansir dari situs resmi Kominfo, Indonesia memang hadir di KTT Kazan.
Namun, spesimen uang yang beredar itu sebenarnya hanyalah ilustrasi dan bukan mata uang resmi BRICS. Untuk saat ini, BRICS hanya fokus pada rencana dedolarisasi dan pengembangan mata uang berbasis blockchain untuk transaksi lintas batas tanpa melibatkan lembaga keuangan Barat.
Mengenal mata uang BRICS
Lantas, apa itu mata uang BRICS? Sebagaimana diketahui, blok ekonomi BRICS, yang baru saja menggelar KTT ke-16 di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024, menarik perhatian dunia dengan rencana pembentukan mata uang cadangan baru.
Awalnya, BRICS mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun, anggotanya kini bertambah dengan kehadiran Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Mengutip dari Antara, BRICS berupaya menciptakan mata uang lokal untuk memfasilitasi perdagangan antaranggota tanpa ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS). Deklarasi Kazan menekankan pentingnya instrumen pembayaran lintas batas yang cepat, efisien, transparan, dan aman.
Para anggota BRICS juga menyatakan dukungan terhadap penggunaan mata uang lokal dalam transaksi keuangan. Menurut laporan Nasdaq, meski BRICS belum memiliki mata uang digital khusus, mereka tengah mengembangkan sistem pembayaran berbasis blockchain yang dapat menghubungkan sistem keuangan negara-negara anggota.
Sistem ini bertujuan untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional, terutama di tengah ketidakstabilan ekonomi global dan kebijakan luar negeri AS yang dinilai agresif. Sistem keuangan saat ini didominasi oleh dolar AS, dengan 90 persen transaksi menggunakan mata uang tersebut, membuat negara lain harus mengikuti yurisdiksi AS untuk menghindari sanksi.
Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam pidatonya pada KTT BRICS, menegaskan bahwa dominasi dolar sebagai “senjata politik” mengikis kepercayaan pada mata uang tersebut. Dia menambahkan bahwa BRICS sedang menjajaki struktur keuangan yang lebih adil untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan menciptakan alternatif yang lebih stabil.
Menurut laporan dari Sputnik, jika rencana mata uang digital BRICS berhasil, maka Bank Pembangunan Baru (NDB) dapat menjadi pusat clearing, yang akan menyederhanakan pembayaran antaranggota. Beberapa usulan menyarankan agar mata uang tersebut didukung oleh emas, yang diharapkan bisa menambah stabilitas dan mengurangi risiko inflasi.