Begini Curhat Pedagang dan Karyawan Sritex Usai Diputuskan Pailit
- VIVA.co.id/Fajar Sodiq (Solo)
Sukoharjo, VIVA – Sejumlah karyawan dan pedagang yang menggantungkan hidupnya dari perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex mulai was-was. Kekhawatiran itu muncul sejak perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah itu dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Pedagang yang setiap harinya berjualan di depan kawasan pabrik tekstil dan garmen itu terlihat mengenakan ban lengan berwarna hitam dengan tulisan ‘Selamatkan Sritex’. Ban lengan itu dibagikan oleh petugas keamanan Sritex mulai Jumat pagi, 25 Oktober 2024. Tak hanya pedagang makanan dan minuman yang mangkal di depan pabrik, pedagang yang keliling juga terlihat memakai ban itu.
Salah satu penjual warung makan yang bernama Aziz mengaku memakai ban lengan ‘Selamatkan Sritex’ sejak hari ini. Ban itu dipakai di lengan sisi kiri. Ia berharap kondisi perusahaan tesktil dan garmen yang menjadi tumpuan hidupnya itu bisa kembali bangkit sehingga penutupan pabrik pasca putusan PN Niaga Semarang itu bisa kembali pulih.
“Soalnya gini mas Sritex ini menyangkut hajat hidup orang banyak, kasihan kalau ditutup.” kata dia saat ditemui di tempat jualan makan dan sayur di depan Pabrik Sritex, Sukoharjo, Jumat, 25 Oktober 2024.
Perempuan yang telah berjualan nasi sayur hampir tiga puluh tahun di depan Sritex itu mengaku akhir-akhir ini omzet penjualannya menurun karena jumlah karyawan yang bekerja di pabrik itu menurun. Apalagi saat ini beberapa karyawan jam kerja masuk karyawan juga digilir sehingga kondisinya tidak seramai dulu.
“Mulai turun sejak abis Lebaran kemarin, kethok (kelihatan) terasa banget dan beda banget pemasukannya tapi masih jalan lah. Sekarang kan karyawannya masuknya digilir kadang libur seminggu terus nanti dipanggil lagi kalau ada pekerjaan,” ujar dia.
Sementara itu salah satu karyawan Sritex yang berinisial S mengaku sempat muncul kekhawatiran terkait nasib perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang. Meski demikian, ia berharap agar perusahaan tempatnya bekerja sejak tahun 1996 itu tetap beroperasi seperti biasanya karena banyak karyawan yang menggantungkan hidupnya dari pabrik tersebut.
“Ya khawatir kayak di ujung tanduk gitu. Yang terpenting masih bisa berjalan dan semangat kerja,” ucapnya.
Dengan kondisi yang terjadi saat ini, S mengaku jam masuk kerja tidak seperti dulu yang setiap hari harus masuk dan kadang lembur. Untuk saat ini jam kerjanya bergiliran dan beruntunggnya tidak ada yang dirumahkan.
“Iya (sekarang digilir masuknya) ya satu minggu sekali, umpamanya jatah liburnya masuk terus nanti libur lagi. Pokoknya masih berjalan tapi tidak begitu (seperti dulu). Ini yang digilir itu yang weaving karena menunggu bahan-bahannyan datang. Kalau yang garmen masih seperti biasa,” kata dia.