Kisah Sritex Rajai Pasar Tekstil Nasional dan Global hingga Berakhir Pailit
- sritex.co.id
Jakarta, VIVA – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Agus Herta Sumarto mengatakan, fenomena gulung tikarnya raja tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex, sebenarnya sudah dapat dilihat dari sejumlah indikator terkait kinerja keuangannya dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan tumpukan utang dan kinerja keuangan yang mencatatkan minus, Agus memastikan bahwa masalah kesulitan keuangan yang diderita Sritex hanya tinggal menunggu waktu sampai status pailit bisa dipastikan bakal disandangnya.
"Sebenarnya kasus Sritex ini kan kasus yang memang sudah agak lama terjadi. Jadi financial distress-nya itu sudah agak lama. Maka selama ini sebenarnya (berbagai upaya restrukturisasi) memang buying time aja," kata Agus saat dihubungi VIVA, Kamis, 24 Oktober 2024.
Terlebih, berbagai tantangan eksternal seperti misalnya pandemi COVID-19, serbuan barang impor asal China, serta penguasaan pasar yang terkendala daya saing, ikut bertubi-tubi menghantam sektor industri manufaktur Tanah Air.termasuk sektor tekstil dan garmen tempat Sritex mencari maka.
Dengan berbagai hantaman di tengah kondisi keuangan perusahaan yang jauh dari kata sehat, maka Agus mengatakan bahwa sinyal-sinyal kepailitan Sritex sebenarnya sudah tergambar sejak lama dan hanya tinggal menunggu waktu saja.
"Jadi pailit itu pasti akan terjadi, gitu kan. Ya pas terjadinya memang momennya pas sekarang kemudian baru dinyatakan pailitnya. Tapi financial distress-nya itu sudah dari jauh-jauh hari," ujarnya.
Rekam jejak Sritex
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex adalah perusahaan tekstil legendaris, besutan Haji Muhammad Lukminto di Pasar Klewer, Solo, pada medio 1966 silam. Unit usaha yang awal merupakan kios kecil bernama UD Sri Rejeki itu, akhirnya berhasil mendirikan pabrik cetaknya sendiri pada tahun 1968 atau dua tahun setelah berdiri.
Dengan usaha yang harus berkembang, pada tahun 1982 Sritex pun melebarkan sayapnya ke segmen tenun, dengan mendirikan pabrik tenun pertamanya. Seiring makin besarnya skala bisnis yang bisa ditambah Sritex, kinerja perusahaan itu bahkan sampai bisa menopang perekonomian Kabupaten Sukoharjo.
Sritex bahkan terus menambah jumlah fasilitas produksinya. Salah satu pabriknya yang berada di Jalan Samanhudi, Kabupaten Sukoharjo, bahkan terbilang sangat luas. Skala produksi pabriknya di industri tekstil nasional pun mencakup mulai dari hulu hingga hilir.
Antara lain seperti rayon, katun, poliester, kain mentah, bahan jadi, hingga pakaian jadi. Sementara kantor Sritex di Jakarta yang berlokasi di Jalan Wahid Hasyim Nomor 147, Jakarta Pusat, juga terbilang sangat besar.
Sampai tahun 2018, Sritex memiliki empat lini bisnis utama yakni pemintalan dengan kapasitas produksi 1,1 juta bal benang per tahun, serta penenunan dengan produksi 180 ribu meter per tahun.
Lalu ada pula lini bisnis pencelupan dan pencetakan dengan kapasitas produksi 240 juta yard per tahun, serta garmen sebanyak 28 juta pieces pakaian jadi per tahun. Dengan nama besarnya yang menambah level nasional hingga tataran internasional.
Sritex pun akhirnya dipercaya oleh NATO sebagai salah satu pemasok seragam militernya. Saat pandemi COVID-19 melanda dunia termasuk Indonesia, Sritex bahkan menjadi salah satu perusahaan yang bergerak cepat menangkap peluang bisnis dengan memproduksi jutaan masker.
Saat ini, pucuk pimpinan perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo ini dipegang oleh kakak beradik generasi kedua, yakni Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto.
Iwan Setiawan Lukminto yang sempat menjadi Presiden Direktur Sritex ini beberapa kali masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Tahun 2020, Forbes bahkan pernah mencatat jumlah kekayaan Iwan Setiawan mencapai sebesar US$515 juta, atau sekitar Rp 8,05 triliun (asumsi kurs Rp 15.600 per US$).
Iwan Lukminto kini duduk sebagai komisaris utama perusahaan sejak tahun 2022. Posisi Direktur Utama kemudian beralih ke adiknya, Iwan Kurniawan Lukminto.
Berdasarkan laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Sritex telah mencatatkan diri sebagai perusahaan publik sejak 17 Juni 2013, dengan kode emiten SRIL. Perusahaan pemain kawakan di industri tekstil dan produk tekstil terpadu ini merupakan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, bahkan disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
Sebanyak 59 persen sahamnya atau pengendali saham dikuasai PT Huddleston Indonesia, yang terafiliasi dengan Keluarga Lukminto. Sementara kepemilikan publik tercatat sebesar 40 persen.