Emiten Tekstil hingga Garmen Terbesar Se-Asia Tenggara Divonis Pailit, Sritex Tutup Usia
- sritex.co.id
Jakarta, VIVA – Emiten tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Putusan bernomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg itu berlaku bagi Sritex dan ketiga anak usahanya, yakni PT Sinar Pantja Tjaja, PT Bitratex Industries, serta PT Primayudha Mandirijaya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Niaga Semarang, Sritex dianggap lalai menjalankan kewajiban kepada pemohon, yakni PT Indo Bharat Rayon, dalam Rencana Perdamaian (Homologasi) pada 25 Januari 2022.
"Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Moch Ansor sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Niaga Semarang, Kamis, 24 Oktober 2024.
Dengan proses persidangan yang dikabarkan tergolong singkat, yakni kurang dari 2 bulan, maka perkara yang didaftarkan pada 2 September 2024 itu pun sudah mendapatkan putusan yang dibacakan pada 21 Oktober 2024.
Putusan ini pun otomatis membatalkan putusan sebelumnya, soal rencana perdamaian antara Indo Bharat Rayon selaku pemohon dan SRIL beserta tiga anak usahanya selaku termohon. Bahkan, hakim juga membebankan biaya perkara seluruhnya kepada pihak termohon.
"Mengangkat Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta para termohon," ujarnya.
Sebagai informasi,Sritex diketahui telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), pada tanggal 18 September 2024. Di mana, salah satu mata acara rapat yakni terkait persetujuan soal penjaminan aset perusahaan kepada kreditur terhadap putusan damai.
Karenanya, para pemegang saham SRIL pun menyetujui penjaminan 50 persen aset dan ekuitas perseoran, maksimum Rp 13,27 triliun. Hal itupun dicatat dalam laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, dim ana Sritex mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$955 juta dengan aset sebesar US$649 juta.
Sebelumnya, pada Januari 2022 Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Pengadilan Niaga (PN) Kota Semarang pun mengabulkan gugatan PKPU tersebut, terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Di sisi lain, PT Sritex juga digugat oleh PT Indo Bharat Rayon, karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.
Rumor soal gulung tikarnya Sritex sebenarnya sudah beredar sejak Juni 2024 lalu. Di mana, kala itu Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengatakan bahwa sebanyak 13.800 buruh tekstil terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh Sritex, mulai dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024.