Pemerintahan Prabowo Diharap Beri Kepastian soal Cukai Hasil Tembakau
- VIVA/ Yeni Lestari.
Jakarta, VIVA - Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 dinilai sebagai langkah tepat. Utamanya, karena kebijakan ini dapat memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan industri tembakau dan tenaga kerjanya.
Namun, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan, industri tembakau masih dibayangi berbagai kekhawatiran. Antara lain mulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes), hingga kompensasi kenaikan cukai yang tinggi di 2026.
"Kebijakan untuk tidak menaikkan CHT 2025 akan menjaga stabilitas industri tembakau. Namun, kebijakan ini perlu diikuti dengan kepastian kebijakan CHT pada tahun berikutnya, guna mempertahankan stabilitas industri tembakau," kata Heri dalam keterangannya, Kamis, 17 Oktober 2024.
Dia memperkirakan, apabila di tahun 2026 terjadi lagi lonjakan tarif cukai yang tinggi, maka industri tembakau dipastikan akan kembali terguncang. Merujuk pada kejadian di tahun 2019 dan 2020, di mana tidak adanya kenaikan cukai di 2019, hal itu justru malah diikuti oleh lonjakan kenaikan cukai lebih dari 20 persen di 2020. Alasannya, kompensasi cukai tidak mengalami kenaikan di 2019.
Dampaknya, industri tembakau mengalami penurunan kinerja secara drastis, yang pada akhirnya menjadi beban berat bagi industri tembakau. Karenanya, Heri pun mendorong agar pemerintah dapat lebih memperhatikan kepastian usaha dalam jangka panjang.
"Sebanyak 10 persen dari penerimaan pajak itu berasal dari cukai tembakau. Jadi, memang seharusnya diberikan kepastian karena industri ini sangat highly regulated. Sehingga sangat bergantung terhadap arah kebijakan pemerintah," ujar Heri.
Dengan adanya kepastian tersebut, industri tembakau dapat merencanakan langkah-langkah produksinya dalam jangka panjang. Menurut Heri, ketidakpastian mengenai kebijakan cukai turut berpotensi menciptakan dampak negatif yang lebih besar bagi industri tembakau.
Dia menambahkan, selain kebijakan cukai, industri tembakau kini juga tengah menghadapi rencana kemasan polos tanpa merek, yang tertera pada Rancangan Permenkes dan berpotensi mengganggu ekonomi dan mendorong pengurangan tenaga kerja.
"Kalau sudah kena ke kinerja industri, tenaga kerja terdampak, maka akan ada ancaman PHK," ujarnya.