OJK Resmi Larang BPR Dimiliki Kepala Daerah, Ini Alasannya
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Sejak awal tahun sampai September 2024, sebanyak 15 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari ke-15 bank yang ditutup tersebut, sebanyak 13 di antaranya adalah BPR sementara 2 sisanya adalah BPR Syariah (BPRS).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, guna menekan bertambahnya jumlah BPR yang tutup, OJK telah membuat kebijakan baru yang melarang BPR dimiliki oleh berbagai kepala pemerintahan daerah.
"Ke depannya (BPR) akan diinduki oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Karena BPR itu harus single present policy. Artinya, tidak boleh lagi nanti di kabupaten misalnya, (BPR) itu dimiliki oleh berbagai Bupati," kata Dian dalam acara 'Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah 2024-2027', di Jakarta Pusat, Senin, 14 Oktober 2024.
Sejalan dengan hal tersebut, Mantan Kepala PPATK itu menegaskan bahwa nantinya keberadaan BPR tersebut akan dikonsentrasikan di bawah Pemerintah Provinsi.
"Dan tentu ada juga keperluan sahamnya Kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD," ujarnya.
Dian memperkirakan bahwa sampai akhir tahun 2024 nanti, akan ada sekitar total 20-an BPR yang bakal ditutup oleh OJK. Umumnya penutupan BPR-BPR tersebut disebabkan oleh berbagai masalah keuangan yang menjerat masing-masing BPR tersebut.
"Beberapa kita terpaksa harus menutup BPR berbagai daerah, dan yang sudah ditutup mungkin sekitar lebih dari 20 sekarang itu. BPR kita tutup karena memang (untuk) mengatasi masalah keuangan yang dihadapi oleh BPR-BPR ini," kata Dian.
Ketika ditanya lebih detil mengenai ke-20 BPR tersebut, Dian hanya menegaskan bahwa sampai saat ini dan ke depannya OJK masih akan terus memantau kinerja dari BPR-BPR tersebut.
"Sampai ke angka 20 itu mungkin, kalau dalam beberapa bulan ini ada yang setor modal, itu mungkin bisa selesai. Mudah-mudahan bisa kurang dari itu," ujarnya.