OJK Beberkan Sejumlah Tantangan Keuangan Syariah di Indonesia
- rumahku.com
Jakarta, VIVA - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara mengatakan, selain memiliki potensi dan capaian yang besar, industri keuangan syariah nasional memiliki sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh para pelakunya.
Berdasarkan Indeks Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2023, peringkat Indonesia pada aspek keuangan syariah menurun menjadi peringkat ke-7 dari tahun sebelumnya di posisi ke-6.
"Hal tersebut disebabkan karena beberapa tantangan sektoral," kata Mirza dalam acara Ijtima’ Sanawi yang digelar DSN MUI di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Oktober 2024.
Dia menjelaskan, sejumlah tantangan tersebut di antaranya yakni saat ini masyarakat memandang bahwa diferensiasi dalam sistem perbankan syariah, masih belum terlihat jelas dengan bank konvensional.
"Sehingga telah banyak masyarakat memahami perbankan syariah, yaitu 61,9 persen, namun baru sedikit yang menggunakan produk perbankan syariah, sekitar 8,7 persen," ujarnya.
Selain itu, Mirza mengakui bahwa masih perlunya peningkatan kualitas SDM dan teknologi informasi untuk perbankan syariah, dan aspek permodalan yang masih perlu diperkuat terutama kemampuan permodalan dari pemilik bank syariah.
Sementara tantangan sektor pasar modal syariah mayoritas terletak pada masih rendahnya tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap pasar modal syariah. Yakni hanya sebesar 5,5 persen untuk tingkat literasi, dan hanya 0,4 persen untuk tingkat inklusi.
"Hal ini berarti dari seribu orang masyarakat, yang mengetahui pasar modal syariah hanya 55 orang, dan hanya 4 orang yang sudah menjadi investor," kata Mirza.
Namun, Mirza mengaku yakin tingkat literasi dan inklusi pasar modal syariah akan berangsur-angsur meningkat sejalan dengan perkembangan fintech, dan perkembangan dari edukasi yang terus-menerus didorong bersama oleh OJK terkait dengan dunia ekonomi syariah.
Sektor yang terkait asuransi dana pensiun, diakui Mirza juga masih menghadapi berbagai tantangan. Antara lain yakni meliputi rendahnya literasi masyarakat terkait sektor syariah. Tahun 2022, Indeks Literasi Masyarakat mengenai perasuransian syariah dan dana pensiun syariah hanya sebesar 4,6 persen dan 0,3 persen.
Rendahnya angka literasi tersebut menyebabkan rendahnya pula inklusi masyarakat. Di sisi lain, terdapat kurangnya diversifikasi produk antara syariah dengan konvensional, yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat dalam mengakses produk syariah.
Sementara tantangan pada sektor lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan lainnya (PVML) syariah, adalah pengembangan produk pembiayaan syariah.
Dimana produk pembiayaan syariah umumnya dibuat atas adanya produk pembiayaan konvensional. Sehingga, diperlukan analisis pasar dan pemetaan kebutuhan dari nasabah dengan prinsip syariah, dan meningkatkan inovasi dan diversifikasi produk pembiayaan syariah.
"Perkembangan pesat teknologi baru antara lain seperti DLT (Distributed Ledger Technology) keuangan berbasis blockchain, kecerdasan buatan atau AI, yang dalam teknologi finansial menghadirkan tantangan baru. Misalnya seperti penyusunan regulasi yang harus mengikuti kecepatan inovasi yang ada, hingga tantangan risiko keamanan cyber," kata Mirza.
"Regulasi yang jelas dan seimbang antara inovasi dan perlindungan konsumen dan yang ramah investor, akan menumbuhkan iklim yang kondusif untuk inovasi. Dan acara kali ini akan membantu pengembangan ITSK syariah di Indonesia dan ke depannya," ujarnya.