Hilirsasi Nikel Bisa Bikin RI Kuasai Pasar EV Global, Sejumlah Negara Kebakaran Jenggot

Presiden Jokowi saat peresmian Pabrik Anoda Bahan Baterai Lithium di Kendal
Sumber :
  • Youtube Setpres

Jakarta, VIVA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam 10 tahun terakhir berupaya memperkuat daya saing ekonomi nasional, melalui langkah hilirisasi mineral penting (critical minerals) sebagai salah satu kebijakan utamanya. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal itu diutarakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam sambutannya pada acara "Groundbreaking HPAL Neo Energy" di Kawasan Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE), Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu.

Tambang nikel PT. Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan

Photo :
  • Antara/ Sahrul Manda Tikupadang

Dia mengatakan, program hilirisasi industri yang digenjot pemerintah juga menargetkan multiplier effect, seperti meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Hal itu seiring upaya menarik investasi ke dalam negeri, menghasilkan devisa ekspor, dan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.

"Hilirisasi nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel. Hal itu dapat dilihat dari nilai ekspor yang meningkat delapan kali lipat dari US$4,31 miliar pada 2017, menjadi US$34,44 miliar pada 2023," kata Airlangga, dikutip Jumat, 11 Oktober 2024.

Hilirisasi nikel tersebut merupakan kunci dari potensi Indonesia, untuk memimpin pengembangan pasar kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Tanah Air. Kementerian Investasi/BKPM mencatat sampai Juni 2024 total investasi untuk hilirisasi nikel, terutama yang terkait dengan pembangunan smelter dan pabrik baterai kendaraan listrik, telah mencapai US$30 miliar.

Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 2.000 GWh kapasitas baterai lithium-ion telah digunakan secara global, guna mendukung 40 juta kendaraan listrik dan ribuan proyek energy storage. Karenanya, Indonesia benar-benar berpotensi menjadi pemain kunci global dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV).

VIVA Otomotif: Presiden Jokowi berkunjung ke pabrik baterai kendaraan listrik.

Photo :
  • Dok: Setkab

Dimana, Indonesia akan mampu menyuplai baterai EV sebesar 210 GWh per tahun, karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral khususnya nikel untuk menopang produksi baterai EV tersebut.

Hal itulah yang diakui Airlangga membuat berbagai negara melihat posisi Indonesia sangat penting, sebagai bagian dari critical minerals. Terlebih, saat ini Indonesia juga sedang melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, serta Australia, terkait critical minerals agreement.

Ikut Arahan Prabowo dan Jokowi, Gibran Center Deklarasi Dukung Ridwan Kamil-Suswono

berbicara juga dengan Uni Eropa. Dan juga dengan negara lain seperti Kanada dan Australia, di mana 

"Kalau Indonesia-Kanada dan Indonesia-Australia bergabung, maka kekuatan dari ekosistem EV itu akan kuatm baik itu berupa lithium maupun nikel, bahkan sekarang ada yang sedang dikembangkan lagi berbasis sodium atau garam," ujarnya.

Jokowi Bisiki Pujakesuma untuk Dukung RK-Suswono di Pilkada Jakarta

Hilirsasi Nikel RI Dihalangi Sejumlah Pihak Internasional 

Meskipun di satu sisi Indonesia telah berhasil membangun kesadaran akan konsep hilirisasi sumber daya yang dimilikinya, namun hal itu tentunya bukan kabar baik bagi negara maupun pihak-pihak lain yang selama ini menikmati impor bahan mentah murah asal Indonesia.

RK Yakin Dukungan Jokowi Diikuti Pendukungnya: Pasti Berdampak

Karenanya, kebijakan hilirisasi yang ditempuh pemerintah pun menuai gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan menempatkan Indonesia di posisi yang tidak menguntungkan. Jokowi mengatakan, gugatan itu merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan hilirisasi pemerintah Indonesia.

Seperti misalnya bagi Uni Eropa, apabila nikel diolah di Indonesia, maka banyak industri di sana yang akan tutup sehingga pengangguran akan meningkat. Namun, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.

“Negara kita ingin menjadi negara maju. Kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja kita takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Terus, saya sampaikan kepada Menteri, ‘Terus, tidak boleh berhenti. Tidak hanya berhenti di nikel, tapi terus yang lain," kata Jokowi 

Ilustrasi smelter nikel.

Photo :
  • Istimewa

Karenanya, atas kekalahan yang diterima di WTO tersebut, Jokowi pun tidak surut ambisi dan langkah untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.

“Enggak apa-apa, kalah. Saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua, hilirisasi lagi, bauksit. Artinya, bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah," ujar Jokowi.

"Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material). Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Setop, cari investor. Investasi agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” ujarnya.

Cakupan Hilirisasi Meluas, Jokowi Targetkan Industrialisasi 

Ambisi Jokowi melebarkan cakupan hilirisasi terhadap sejumlah komoditas selain nikel, diamini oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Dia menegaskan, kedepannya Kementerian ESDM akan menyasar program hilirisasi di sektor pertambangan lainnya, dari bauksit, timah, tembaga dan lain sebagainya.

"Hilirisasi nikel ini kan sudah jalan, sudah bagus. Sekarang kita hilirisasi di komunitas lain. Di bauksit, di tembaga, di timah," kata Bahlil saat ditemui di kantornya, dikutip Jumat, 11 Oktober 2024.

Dia meyakini, hilirisasi industri nikel dan sumber daya alam lainnya adalah kunci utama, dalam upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen.

Hal senada juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto. Dia mengatakan, selain nikel, ke depan pemerintah juga bakal mendorong hilirisasi di mineral lainnya seperti tembaga, aluminium, hingga bauksit.

"Saya kira ini yang diharapkan Bapak Presiden(Jokowi) adalah kita enggak bicara hilirisasi masing-masing komoditas, tapi bagaimana membangun industri," kata Seto.

Dengan menggabungkan hilirisasi mineral tersebut, maka nilai tambah yang akan diciptakan akan jauh lebih besar. Seto menegaskan, hal itulah yang saat ini membuat pemerintah fokus mendorong hilirisasi di sektor tambang, agar dapat saling terintegrasi menjadi sebuah kesatuan industri.

"Untuk bauksit misalnya, kami banyak menerima tawaran rencana investasi hilirisasi bauksit ini dimulai dari smelter alumina kemudian aluminium," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya