Analis Prediksi Bitcoin Tembus US$ 66.000, Realisasi Pemangkasan Suku Bunga Jadi Katalis
- Dok. Istimewa
Jakarta, VIVA – Bitcoin berhasil menguat kembali (rebound) dari titik support pada akhir pekan, Jumat (04/10/2024). Analis memperkirakan tren kenaikan masih akan berlanjut menembus area resistance bahkan menyentuh level US$ 66.000.
Aset kripto yang paling berharga di dunia ini membalikkan arah sata dibayangi tekanan geopolitik pada pekan lalu. Pada akhir pekan, Bitcoin menguat dari titik support-nya di level US$ 60.000. Kemudian melesat hingga menyentuh area resistance di level US$ 64.000 pada Senin (07/10/2024).
Dikutip dari Investor Trust pada Rabu (09/10/2024), Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha memprediksi, Bitcoin berpeluang melonjak menuju area target selanjutnya, yaitu US$ 66.000. Sebelum reli, Panji mengatakan Bitcoin akan mengalami koreksi terlebih dahulu.
"Dari sisi teknikal, BTC potensi melemah terlebih dahulu ke MA-100 di sekitar US$ 61.000 sebelum kembali naik ke resistance US$ 64.000 dan target selanjutnya ke US$ 66.000," jelasnya.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah berdampak negatif terhadap perdagangan ETF BTC spot di AS pada pekan lalu. Net outflow tercatat mencapai US$ 300 juta periode 30 September-4 Oktober. Namun, perdagangan ETF BTC spot di AS berhasil menarik inflow sebesar US$ 235 juta pada Senin (7/10/2024).
Pada Rabu (9/10/2024) pukul 09.30 WIB, harga Bitcoin bertengger di level US$ 62.300. Posisi ini menunjukkan penurunan sebesar 0,40 persen hanya dalam waktu 24 jam.
Panji mengatakan penurunan suku bunga lanjutan oleh The Fed di bulan September sangat menguntungkan pasar kripto. Apabila tingkat inflasi menurun pada minggu ini maka The Fed berpeluang memangkas suku bunga lebih besar yang berpengaruh terhadap peningkatan harga Bitcoin.
Sayangnya, data ketenagakerjaan yang semakin baik dinilai dapat menyebabkan The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga.
"Minggu ini bayangi dengan data ekonomi yang dapat menentukan arah pergerakan bagi Bitcoin. Dengan data inflasi dan keputusan Fed yang akan datang, investor perlu waspada terhadap faktor yang mempengaruhi pasar. Sentimen sosial dan geopolitik juga akan berperan penting dalam arah pasar ke depan," jelas Panji.
Penguatan Bitcoin juga mendapat katalis dari sederet data ekonomi AS lain yang berkorelasi terhadap tingkat inflasi. Pemerintah AS segera data Indeks Harga Konsumen (CPI) bulan September pada Kamis (10/10/2024). Di samping itu, The Fed juga akan membeberkan risalah pertemuan September yang memberikan pandangan atas kebijakannya ke depan.
Jika CPI menunjukkan kenaikan maka memicu spekulasi terhadap potensi peningkatan suku bunga. Pada bulan Agustus, tingkat pertumbuhan tahunan CPI menurun dari 2,9 persen menjadi 2,5 persen dengan pertumbuhan bulanan tetap di angka 0,2 persen.
CPI bulan September diproyeksi akan turun 0,2 persen dari periode sebelumnya sebesar 2,5 persen menjadi 2,30 persen year on year (yoy). Begitu juga dengan Core CPI yang diperkirakan menurun menjadi 3,11 persen.
Prediksi tersebut menggambarkan harapan pelaku [asar terhadap penurunan inflasi yang berpengaruh terhadap arah kebijakan moneter ke depannya. Hal ini didukung proyeksi penyusutan Indeks Harga Produsen (PPI) menjadi 1,60 persen yoy.
Kenaikan PPI mengindikasikan tren inflasi berkelanjutan. Artinya mempengaruhi biaya penambangan sehingga Bitcoin rawan mengalami penyesuaian harga.
Artikel ini telah tayang di InvestorTrust.id dengan judul, “Bitcoin Melaju Jelang Rilis Data CPI.”