Akademisi Sebut Permintaan Kebutuhan Listrik Meningkat Pasca Pandemi COVID-19
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Sejak Indonesia berhasil dari pandemi COVID-19, berbagai sektor kembali beroperasi normal termasuk industri-industri. Salah satunya, dampak positif dari ekonomi normal kembali yaitu permintaan terhadap listrik justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tentu saja, oversupply terhadap listrik itu sifatnya tidak statis tapi dinamis.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty mengatakan saat ini terjadi peningkatan konsumsi dan permintaan listrik yang signifikan pasca Indonesia berhasil keluar dari COVID-19. Apalagi, kata dia, perkembangan ekonomi digital dan kendaraan listrik juga semakin pesat sehingga permintaan terhadap listrik juga mengalami peningkatan signifikan.
“Kalau saya melihat oversupply itu tidak statis, tapi dinamis. Benar sekarang peningkatan konsumsi dan permintaan listrik berkembang. Perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat ditambah tren mobil listrik, akan jadi faktor meningkatkan permintaan terhadap listrik secara signifikan,” kata Telisa dikutip pada Senin, 7 Oktober 2024.
Menurut dia, saat ini masyarakat mengalami peningkatan konsumsi listrik yang sejalan dengan pemulihan ekonomi. Sehingga, ia mengingatkan perlu ada langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
“PLTU batu bara sesuai target NDC (Nationally Determined Contribution) harus dikurangi dan transisi untuk diganti ke energi terbarukan itu butuh staging,” jelas dia.
Dalam konteks transisi energi, Telisa menyebut ada beberapa pilihan teknologi yang bisa diterapkan seperti teknologi broiler ultra super critical, biomassa cofiring, serta penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) dan carbon capture utilization and storage (CCUS).
“Kita memiliki banyak alternatif, tinggal memilih mana yang paling optimal, efisien, dan implementable,” ujarnya.
Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah bakal menggenjot konsumsi listrik per kapita hingga 6.500 kilowatt per hour (kWh). Menurut dia, target itu dipatok untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun pada era Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Saat ini, target konsumsi listrik per kapita hanya di kisaran 4.000 kWh-5.000 kWh. Angka tersebut dinilai hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.
"Jadi kami target konsumsi listrik per kapita kemarin di angka 4.000 sampai 5.0000 (kWh). Tapi itu kita lihat pertumbuhan ekonominya hanya sampai dengan 5%," kata Bahlil.
Pemerintah, kata dia, memutuskan untuk mendorong konsumsi listrik per kapita setidaknya di angka 6.000 kWh hingga 6.500 kWh untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang dicanangkan Prabowo Subianto.
"Ini sejalan dengan arah kebijakan Pak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Mas Gibran. Jadi nanti kita breakdown dia di RUPTL, seterusnya ini nanti Dirut PLN, kita akan bicarakan," jelas dia.