RI Deflasi 5 Bulan Beruntun, Ekonom Soroti Melambatnya Konsumsi
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jakarta, VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia resmi mengalami deflasi selama 5 bulan beruntun. Terbaru, deflasi tercatat sebesar 0,12 persen secara month to month (mtm) pada September 2024.
Saat dikonfirmasi mengenai penyebab deflasi 5 bulan berturut-turut itu, Ekonom senior yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Fithra Faisal Hastiadi menyinggung terkait konsumsi yang melambat.
"Inflasi yang lebih rendah ini terjadi terutama karena efek konsumsi yang melambat, ditambah dengan Purchasing Managers' Index (PMI) di bawah 50, yang merupakan hambatan potensial untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5 persen+ pada tahun anggaran 2024," kata Fithra saat dihubungi VIVA, Selasa, 1 Oktober 2024.
Dia menjabarkan, pada September 2024, laju inflasi tahunan Indonesia menurun menjadi 1,84 persen, jauh di bawah konsensus sebesar 2 persen dan perkiraan batas bawah sebesar 1,93 persen. Hal ini menandai level terendah sejak November 2021.
"Faktor utama penurunan ini adalah harga pangan yang lebih rendah, yang naik pada laju paling lambat dalam 14 bulan, atau hanya naik 2,57 persen dibandingkan 3,39 persen pada bulan Agustus," ujarnya.
Moderasi ini menurutnya sebagian besar disebabkan oleh pasokan beras yang melimpah, karena musim panen yang tertunda yang dimulai pada bulan Mei, bukan Maret. Sehingga, hal itu meredam kenaikan harga dan menstabilkan pasar pangan.
Fithra menambahkan, faktor lain juga mengalami penurunan laju inflasi, seperti misalnya biaya terkait kesehatan yang sedikit turun 1,69 persen, dari 1,72 persen pada bulan Agustus 2024. Menurutnya, hal itu mencerminkan sedikit penurunan dalam biaya perawatan kesehatan.
Sektor transportasi menunjukkan penurunan inflasi yang nyata menjadi 0,92 persen dari sebelumnya 1,42 persen. Hal ini menunjukkan harga bahan bakar atau biaya transportasi yang lebih rendah. Harga pakaian juga turun sedikit menjadi 1,18 persen dari sebelumnya 1,19 persen, yang menyoroti penurunan di pasar ritel.
Sementara biaya komunikasi mengalami penurunan yang lebih cepat menjadi -0,28 persen dari sebelumnya-0,16 persen, yang menunjukkan kemajuan teknologi yang berkelanjutan, harga yang kompetitif dalam telekomunikasi, dan diperburuk oleh permintaan yang melambat.
"Dari perspektif bulanan, deflasi 1,2 persen ini menandai kontraksi lima bulan berturut-turut dalam CPI, yang selanjutnya menyebabkan permintaan konsumen yang lesu," ujarnya.