RI Deflasi 5 Bulan Beruntun Sejak Mei 2024, Tanda Daya Beli Turun?
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jakarta, VIVA – Indonesia tercatat mengalami deflasi selama lima bulan beruntun pada tahun ini sejak Mei 2024. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen secara month to month (mtm).
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang menilai meskipun RI mengalami deflasi selama lima bulan beruntun bukan merupakan sinyal daya beli masyarakat menurun.
"Enggak (sinyal daya beli menurun)," ujar Hosianna saat dihubungi VIVA Selasa, 1 Oktober 2024.
Hosianna menjelaskan, terjadinya deflasi lima bulan beruntun ini kontribusinya datang dari berlanjutnya penurunan kelompok pangan atau volatile food seiring momen musim panen.
Lalu, deflasi ini karena penyesuaian kembali harga BBM subsidi oleh Pertamina per September 2024, pasca Agustus 2024 lalu terjadi kenaikan harga. Dalam hal ini kontribusi deflasinya sebesar -0.04 persen. Serta deflasi disumbang oleh biaya uang sekolah.
"Jadi memang, seasonal di September itu polanya deflasi. Nah di September ini ada tambahan faktor deflasi yaitu penurunan harga BBM dan pangan," jelasnya.
Hosianna mengatakan, untuk kinerja konsumsi sejak Juli 2024 perlahan sudah membaik. Hal ini tercermin dari adanya inflection ke arah perbaikan.
"Kita lihat adanya inflection ke arah perbaikan utamanya di otomotif dan durable goods, plus penerimaan PPH dan PPn juga inflection membaik per Agustus," jelasnya.
Sebelumnya, BPS mencatat pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Sedangkan secara tahunan atau year on year (yoy) terjadi inflasi sebesar 1,84 persen.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami penurunan dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
"Pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan/ Sementara itu secara yoy terjadi inflasi sebesar 1,84 persen dan secara tahun kalender year to date terjadi inflasi sebesar 0,74 persen," ujarnya.
Amalia menuturkan, deflasi pada September 2024 ini tercatat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024, dan merupakan deflasi kelima pada tahun 2024.
Dia menjelaskan, kelompok pengeluaran penyumbang deflasi terbesar adalah makanan minuman (mamin) dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,59 persen. Dalam hal ini memberikan andil deflasi sebesar 0,17 persen.
Sementara itu, terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi di antaranya ikan segar dan kopi bubuk dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02 persen.
"Biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi, kemudian tarif angkutan udara dan juga sigaret kretek mesin yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen," katanya.