Regulasi Ini Dinilai Hambat Kinerja IHT, Penerimaan Negara Terancam Turun

Ilustrasi rokok ilegal
Sumber :
  • Bea Cukai

Jakarta, VIVA – Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) dan  wacana pengesahan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai mengancam roda perekonomian negara.

Sisir Kabupaten Konawe, Bea Cukai Kendari Amankan Ribuan Batang Rokok Ilegal

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengungkapkan, hal tersebut karena Industri Hasil Tembakau (IHT) yang menyumbang hingga Rp213 triliun dari cukai hasil tembakau (CHT) berpotensi mengalami penurunan pendapatan sebagai dampak dari pasal-pasal yang tercantum di dalam regulasi tersebut. 

Seperti, standardisasi kemasan polos, pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter, hingga pembatasan iklan produk tembakau.

Jadi BUMN Penyetor Pajak ke Enam Terbesar 2023, Begini Cara BNI Lanjutkan Kontribusi ke Negara

Tindak Rokok Ilegal di Karanganyar, Bea Cukai Cegah Kerugian Negara hingga Ratus

Photo :
  • Istimewa

“Adanya kebijakan kemasan polos membuat downtrading akan terjadi. Tidak ada perbedaan, pemisahan rokok satu dengan lainnya, orang akan cari yang harganya murah saja. Di sini ada celah bagi rokok ilegal karena mudah meniru kemasan rokok legal,” ujar Andry di Jakarta, dikutip 1 Oktober 2024.

Cukai 2025 Batal Naik, Jaga Keberlangsungan Industri Hasil Tembakau

“Saya sampaikan dampaknya secara general, yaitu kehilangan sebesar Rp213 triliun. Tanya ke Pak Prabowo, apakah mau kehilangan Rp213 triliun?” tambahnya.

Lebih lanjut dia menjabarkan, Hasil penelitian Indef menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang hilang bila penerapan ketiga pasal bermasalah tersebut mencapai Rp308 triliun atau setara 1,5 persen dari PDB. Negara juga berpotensi kehilangan sampai Rp160,6 triliun penerimaan perpajakan, termasuk potensi tenaga kerja terdampak yang mencapai 2.293.957 penduduk bekerja.

Untuk itu, ia mendorong aturan-aturan tersebut untuk ditelaah kembali dengan memastikan pelibatan seluruh pihak, termasuk pemangku kepentingan yang terdampak.

Situasi ini lanjutnya juga akan berdampak pada turunnya permintaan produk legal sebesar 42,09 persen. Hal ini pun akan membawa efek domino terjadinya penurunan produksi, yang dapat berujung pada penurunan cukai negara hingga terkikisnya peluang lapangan kerja.

“Berdasarkan kalkulasi kami, kalau kemasan polos diterapkan, penerimaan cukai akan hilang sebesar Rp96 triliun. Pelengkapan pita cukai yang dilekatkan sebagai pembeda legal dan ilegal juga akan berubah menjadi memutar karena tidak boleh menutupi gambar akan menjadi celah terhadap produsen rokok ilegal. Penerimaan negara bisa hilang dari sana. Rokok ilegal murah, menjadi pilihan,” kata Andry.

Bea Cukai bersama Satpol PP amankan 302.452 batang rokok ilegal hasil penindakan

Photo :
  • Bea Cukai

Di sisi lain, situasi ketenagakerjaan di masa ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, jumlah masyarakat yang mengalami pemutusan hubungan kerja hingga September 2024 mencapai hampir 59.000.

Jumlah ini jauh lebih tinggi dari angka tenaga kerja yang mengalami PHK pada Januari hingga November 2023, yakni sebesar 57.923 pekerja. Melihat situasi ini, dia menekankan pentingnya perumusan regulasi yang tetap mempertimbangkan aspek ekonomi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya