3 Teori Inflasi yang Mempengaruhi Ekonomi: Penyebab dan Dampaknya!

ilustrasi harga bahan pangan meningkat
Sumber :
  • Freepik.com//Freepik

VIVA – Apakah Anda pernah berpikir mengapa harga barang terus meningkat dari tahun ke tahun? Kenaikan harga yang tak terhindarkan ini sering kali disebabkan oleh inflasi, fenomena ekonomi yang memengaruhi daya beli dan stabilitas keuangan kita.

Bank Indonesia Resmi Luncurkan Central Counterparty, Begini Perannya Perkuat Industri Keuangan

Inflasi adalah salah satu fenomena ekonomi yang paling sering dibicarakan dan menjadi perhatian banyak orang, terutama saat harga-harga barang dan jasa mulai meningkat tajam. Namun, tahukah Anda bahwa inflasi tidak hanya dipicu oleh satu faktor saja?

Dalam dunia ekonomi, ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa inflasi terjadi dan bagaimana hal tersebut berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Artikel ini akan membahas tiga teori utama tentang inflasi dan menjelaskan penyebab serta dampaknya bagi perekonomian.

Melemah Pagi Ini, Rupiah Berpotensi Balik Menguat Terdorong Inflasi AS

Apa Itu Inflasi?

Sebelum masuk ke dalam pembahasan tiga teori utama tentang inflasi. Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam suatu periode waktu tertentu. Ketika inflasi terjadi, nilai mata uang menurun, yang berarti daya beli masyarakat berkurang.

Indonesia, Malaysia Strengthen Local Currency Exchange Agreement

Dalam kehidupan sehari-hari, inflasi bisa kita rasakan ketika harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, atau bahan bakar mengalami kenaikan. Inflasi sering menjadi tantangan bagi pemerintah, bank sentral, dan pelaku ekonomi karena memengaruhi berbagai aspek.

Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi dalam Inflation Targeting Framework “Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus”.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mengemukakan bahwa inflasi adalah sebuah nilai ketika tingkat dari harga yang berlaku di dalam suatu bidang ekonomi.

Sebagai salah satu dari indikator di dalam melihat stabilitas perekonomian satu wilayah tertentu, perkembangan harga jasa dan barang pada umumnya dapat dihitung melalui indeks harga dari para konsumen. Dengan demikian, angka inflasi sangat mempengaruhi besar kecilnya produksi suatu barang.

3 Teori Inflasi yang Mempengaruhi Ekonomi

Inflasi adalah fenomena yang sering kali menjadi perhatian utama dalam ekonomi global. Fenomena ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, stabilitas ekonomi, serta kebijakan moneter di berbagai negara.

Untuk memahami bagaimana inflasi terjadi dan apa saja faktor penyebabnya, kita perlu mengacu pada beberapa teori yang telah berkembang dalam ilmu ekonomi. Berikut adalah tiga teori inflasi yang wajib Anda ketahui:

1. Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money)

Teori Kuantitas Uang adalah salah satu teori paling mendasar dalam menjelaskan inflasi. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh ekonom terkenal Irving Fisher.

Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi ketika jumlah uang yang beredar di suatu negara meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan barang dan jasa yang tersedia. Dengan kata lain, semakin banyak uang yang ada di tangan masyarakat, semakin tinggi harga-harga barang dan jasa yang dijual.

Menurut persamaan kuantitas uang yang dirumuskan oleh Irving Fisher, terdapat hubungan langsung antara jumlah uang beredar dan tingkat harga. Persamaan ini sering kali ditulis sebagai:

[ MV = PQ ]

M = Jumlah uang yang beredar

V = Kecepatan perputaran uang

P = Tingkat harga

Q = Jumlah barang dan jasa yang diproduksi

Jika jumlah uang beredar meningkat tanpa ada peningkatan signifikan dalam jumlah barang dan jasa, maka nilai P (tingkat harga) akan meningkat, yang berarti terjadi inflasi.

Contoh sederhana adalah jika pemerintah atau bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar tanpa diimbangi oleh peningkatan produksi barang dan jasa, maka harga barang akan naik. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kasus hiperinflasi di negara-negara seperti Zimbabwe dan Venezuela, di mana lonjakan besar dalam jumlah uang yang dicetak menyebabkan inflasi tak terkendali.

2. Teori Inflasi Keynesian (Demand-Pull Inflation)

Teori inflasi Keynesian, yang diperkenalkan oleh ekonom terkenal John Maynard Keynes, lebih menekankan pada sisi permintaan dalam perekonomian. Menurut teori ini, inflasi terjadi ketika permintaan agregat (total permintaan untuk barang dan jasa dalam suatu ekonomi) lebih besar daripada penawaran barang dan jasa yang tersedia.

Kondisi ini menciptakan apa yang disebut sebagai "inflationary gap" atau celah inflasi.

Keynes menjelaskan bahwa inflasi dapat terjadi dalam jangka pendek ketika masyarakat berusaha membeli lebih banyak barang dan jasa daripada yang mampu diproduksi oleh perekonomian. Ketika permintaan melebihi penawaran, harga akan naik karena produsen tidak dapat segera meningkatkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan tersebut.

Teori Keynesian menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter dalam mengendalikan inflasi. Dalam situasi di mana permintaan konsumen dan investasi meningkat drastis, pemerintah atau bank sentral dapat mengambil langkah-langkah untuk menahan laju permintaan, seperti menaikkan suku bunga atau mengurangi pengeluaran pemerintah.

Contoh dari inflasi permintaan adalah ketika terjadi lonjakan permintaan barang-barang konsumen selama masa-masa pemulihan ekonomi setelah krisis. Ketika banyak orang mulai membeli barang secara bersamaan, harga-harga barang tersebut cenderung naik karena produsen tidak dapat mengikuti lonjakan permintaan dalam jangka pendek.

3. Teori Strukturalis (Structural Inflation Theory)

Teori Strukturalis memberikan pandangan yang berbeda mengenai inflasi. Menurut teori ini, inflasi tidak semata-mata terjadi karena faktor permintaan atau moneter, tapi juga karena masalah-masalah struktural dalam perekonomian suatu negara.

Teori ini sering diterapkan pada negara-negara berkembang yang mengalami ketegangan dalam sistem ekonominya. 

Teori Strukturalis menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena ketidakmampuan sektor-sektor kunci dalam perekonomian untuk beradaptasi dengan perubahan permintaan dan penawaran. Beberapa faktor struktural yang dapat menyebabkan inflasi meliputi:

​​​a) Ketidakseimbangan antara sektor pertanian dan industri: Di banyak negara berkembang, produksi bahan makanan tidak tumbuh secepat permintaan akibat pertumbuhan populasi dan peningkatan pendapatan per kapita. Akibatnya, harga pangan naik lebih cepat daripada harga barang-barang lainnya.

b) Pertumbuhan ekspor yang lambat: Jika ekspor suatu negara tidak tumbuh dengan cepat, hal ini dapat menyebabkan defisit perdagangan, yang pada gilirannya memicu inflasi.

Teori Strukturalis sering kali dikaitkan dengan inflasi jangka panjang di negara-negara yang memiliki sektor ekonomi yang kaku dan tidak fleksibel. Sebagai contoh, jika suatu negara bergantung pada impor bahan pangan tetapi tidak dapat meningkatkan produksi domestik, harga pangan akan terus meningkat, yang pada akhirnya menyebabkan inflasi.

Penyebab dan Dampak Inflasi

Ketiga teori inflasi di atas mengidentifikasi penyebab utama inflasi yang dapat berupa peningkatan jumlah uang yang beredar, lonjakan permintaan, atau masalah struktural dalam perekonomian. Dampak dari inflasi pun beragam, mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga ketidakpastian ekonomi yang lebih luas.

1. Penurunan Daya Beli: Inflasi yang tinggi menyebabkan harga-harga barang dan jasa naik, sehingga daya beli masyarakat menurun. Ini berarti uang yang mereka miliki saat ini tidak akan bisa membeli barang-barang yang sama banyaknya seperti sebelumnya.

2. Kenaikan Biaya Hidup: Inflasi membuat biaya hidup meningkat karena harga barang-barang kebutuhan pokok, seperti pangan, energi, dan transportasi, cenderung naik. Akibatnya, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Ketidakpastian Ekonomi: Inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan ketidakpastian dalam perekonomian. Perusahaan mungkin kesulitan merencanakan investasi jangka panjang karena harga-harga yang terus berubah, dan konsumen mungkin menunda pengeluaran mereka karena takut harga akan terus naik.

Memahami tiga teori inflasi memberikan wawasan penting tentang bagaimana inflasi terjadi dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Setiap teori menawarkan pendekatan berbeda, tetapi semua teori ini memiliki satu kesamaan: inflasi dapat membawa dampak yang signifikan terhadap ekonomi suatu negara dan kehidupan masyarakat sehari-hari.

FAQ tentang Teori Inflasi

1. Apa yang dimaksud dengan inflasi?

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi terus-menerus dalam suatu periode. Ini mengakibatkan penurunan daya beli uang karena jumlah barang atau jasa yang bisa dibeli dengan uang yang sama akan semakin berkurang.

2. Apa saja teori utama yang menjelaskan inflasi?

  • Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money): Inflasi terjadi karena peningkatan jumlah uang yang beredar.
  • Teori Keynesian (Demand-Pull Inflation): Inflasi terjadi ketika permintaan barang dan jasa melebihi penawaran.
  • Teori Strukturalis (Structural Inflation Theory): Inflasi terjadi akibat masalah struktural dalam perekonomian, seperti ketidakseimbangan antara sektor pertanian dan industri.

3. Apa dampak inflasi terhadap kehidupan sehari-hari?

Inflasi dapat mengurangi daya beli masyarakat, menaikkan biaya hidup, dan menyebabkan ketidakpastian ekonomi. Orang mungkin harus membayar lebih untuk kebutuhan pokok seperti makanan, energi, dan transportasi.

IHSG.

Dibuka Menghijau, IHSG Berpeluang Rebound Menanti Data Inflasi

Indeks harga saham gabungan atau IHSG menguat 23 poin atau 0,31 persen di level 7.551, pada pembukaan perdagangan Selasa, 1 Oktober 2024.

img_title
VIVA.co.id
1 Oktober 2024