Pemerintah Batal Naikkan Cukai Rokok di 2025, Indef Beberkan 3 Pertimbangannya

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

Jakarta, VIVA - Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025, mendapatkan apresiasi dari sejumlah pihak karena dipandang dapat memberikan napas bagi industri hasil tembakau.

Pemerintah Prabowo-Gibran Bakal Genjot Hilirisasi Nikel Berkelanjutan Dorong Ekonomi Tumbuh 8 %

Kebijakan ini juga disambut baik oleh kalangan industri, yang saat ini tengah mengalami berbagai tantangan berat. Termasuk mulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes).

Ilustrasi rokok.

Photo :
  • Pixabay/Ralf Kunze
Anindya Bakrie Optimistis Kolaborasi Kadin dan BUMN Bakal Dongkrak Ekonomi RI

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengungkapkan, pasal-pasal dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes terkait kemasan polos tanpa merek, membawa risiko signifikan terhadap perekonomian.

"Penelitian Indef mengidentifikasi tiga skenario dampak ekonomi yang harus dipertimbangkan," kata Tauhid dalam keterangannya, Senin, 30 September 2024.

Kerjasama dengan Korea Selatan dan Belanda, Pemerintah Susun Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Skenario pertama menyebutkan bahwa aturan kemasan polos tanpa merek dapat mendorong fenomena downtrading hingga switching dari rokok legal ke rokok ilegal. Hal itu dapat mengurangi permintaan produk legal hingga 42,09 persen.

"Penurunan ini bisa menyebabkan potensi dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp182,2 triliun, dan penerimaan perpajakan yang turun hingga Rp95,6 triliun," ujarnya.

Skenario kedua melibatkan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, yang diperkirakan dapat mengurangi penjualan ritel rokok hingga 33,08 persen. Potensi dampak ekonomi yang hilang mencapai Rp84 triliun, dengan penerimaan perpajakan yang terdampak sebesar Rp43,5 triliun. 

Sementara itu, skenario ketiga mengenai pembatasan iklan rokok di luar ruang serta di media TV dan daring dapat mengurangi permintaan jasa periklanan hingga 15 persen, dengan dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp 41,8 triliun dan penerimaan perpajakan yang turun Rp 21,5 triliun.

Ilustrasi pekerja pabrik rokok.

Photo :
  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

Melihat berbagai skenario ini, Tauhid menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan dalam ekosistem industri hasil tembakau. Baik itu kementerian, lembaga, maupun pelaku usaha, mengingat kompleksitas ekosistem industri hasil tembakau di Indonesia.

"Indef merekomendasikan pemerintah untuk melakukan revisi PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes, khususnya pada pasal-pasal yang dinilai akan memberikan dampak terhadap penerimaan dan perekonomian negara," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya