Gen Z Merasa Gelisah? Ini Dia Penyebab Doom Spending dan Cara Mengatasinya!
- pixabay/Foto-Rabe
VIVA – Generasi Z semakin sering mengalami tekanan finansial di tengah ketidakpastian ekonomi. Salah satu cara yang mereka pilih untuk mengatasi stres adalah dengan melakukan doom spending, yaitu perilaku belanja impulsif yang tidak terkendali.
Fenomena ini semakin marak dengan hadirnya metode pembayaran seperti Buy Now, Pay Later (BNPL) yang memudahkan mereka untuk belanja tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah kebiasaan membelanjakan uang untuk kesenangan jangka pendek sebagai respons terhadap kecemasan tentang masa depan keuangan. Doom spending dipicu oleh faktor eksternal seperti ketidakstabilan ekonomi global. Gen Z tumbuh di tengah resesi global dan pandemi, memicu pesimisme terkait kemampuan mencapai tujuan finansial tradisional, seperti membeli rumah.
Peran Buy Now, Pay Later (BNPL) dalam Doom Spending
BNPL memainkan peran besar dalam fenomena doom spending karena memungkinkan pembelian barang secara impulsif tanpa membayar di muka. Menurut Money US News, BNPL memudahkan individu untuk berbelanja barang-barang mewah yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Hal ini menambah beban utang dan memperburuk kondisi keuangan.
Mengapa Generasi Z Rentan Terhadap Doom Spending?
Generasi Z terjebak dalam pola pikir "YOLO" (You Only Live Once) dan "FOMO" (Fear of Missing Out), membuat mereka merasa perlu membelanjakan uang untuk barang atau pengalaman demi mengikuti tren. Hal ini diperburuk oleh meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi yang membuat mereka merasa pesimis tentang masa depan.
Dampak dari Doom Spending
Doom spending tidak hanya menguras tabungan, tetapi juga meningkatkan utang pribadi. Sky News melaporkan bahwa banyak anak muda mengalami masalah keuangan akibat perilaku ini, dan jika tidak dikendalikan, mereka berisiko terjebak dalam siklus utang.
Cara Mengatasi Doom Spending
Untuk mengatasi doom spending, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
-
Buat Anggaran
Menggunakan aturan 50/30/20, yang mengalokasikan 50% dari pendapatan untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan, adalah salah satu cara untuk menyeimbangkan keuangan kita.
-
Edukasi Keuangan
Menurut Money US News, meningkatkan literasi keuangan membantu orang muda memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta mengelola uang dengan lebih bijak. Berikut referensi laman instagram Mr victor seorang Financial planner tentang edukasi keuangan, yang menekankan Semua Dimulai dari Pikiran, Bukan Harta.
-
Kurangi Pengaruh Media Sosial
Hindari tekanan dari media sosial yang sering mendorong perilaku belanja impulsif. Fokuslah pada tujuan finansial jangka panjang seperti menabung dan berinvestasi.
Doom spending adalah fenomena yang semakin marak di kalangan Generasi Z, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi. Meskipun belanja impulsif dapat memberikan kepuasan jangka pendek, penting bagi anak muda untuk memahami dampaknya terhadap kondisi finansial jangka panjang dan mengembangkan kebiasaan pengelolaan uang yang lebih sehat.