SMF Sarankan Intervensi Pemerintah Realisasikan Program 3 Juta Rumah
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Bandar Lampung, VIVA – Presiden terpilih Prabowo Subianto mempunyai program 3 juta rumah untuk mendorong masyarakat mempunyai hunian layak. PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai fiscal tools dan liquidy provider menyarankan serangkaian intervensi dalam pelaksanaan penyediaan hunian dengan tepat.
Program 3 juta rumah yang nantinya akan terbagi menjadi pembangunan dan perbaikan rumah di perkotaan dan perdesaan. Lebih rinci sebanyak 2 juta rumah di desa dan 1 juta rumah di kota.
Harapannya mampu mengentaskan masalah backlog, yakni kekurangan pasukan rumah. Indonesia mengalami kelangkaan hunian mencapai 12,7 juta unit yang terjadi dalam kurung waktu satu dekade terakhir.
Dalam pelemparan saat konferensi pers, Chief economist melalui SMF Research Institute Martin Daniel Siyaranamual menjabarkan dua jenis backlog yang perlu menjadi perhatian pemerintah antara lain Backlog Kepemilikan dan Backlog Kelayakan Hunian. Backlog kepemilikan adalah orang yang menghuni rumah bukan milik sendiri sementara backlog kelayakan hunian adalah orang yang tinggal di rumah yang tidak layak.
Dua kelompok backlog ini perlu menjadi perhatian pemerintah jika ingin mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) tahun 2024. Tujuannya mampu menyediakan 100 persen Rumah Tangga (Ruta) dengan akses hunian layak, terjangkau dan berkelanjutan.
Jumlah backlog kepemilikan sebanyak 9.905.824 rumah tangga atau 13,56 persen. Sedangkan, backlog kelayakan hunian mencapai 26.921.971 rumah tangga setara 36,85 persen.
"Sebenarnya ada kelompok orang yang tinggal di rumah bukan miliknya tetapi tidak layak huni," ujarnya.
Martin menyampaikan kelompok backlog yang sering terabaikan tersebut adalah menghuni rumah bukan milik pribadi dan tidak layak yang sebanyak 4.486.784 rumah tangga atau 6,14 persen.
Selain mempertimbangkan kelompok backlog, Martin menyampaikan pemerintah penting untuk meninjau dimensi sebagai bahan pertimbangan merealisasikan program tiga juga perumahan. Dimensi-dimensi ini membantu merancang intervensi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pertama, dimensi lokasi yang meliputi metropolitan, perkotaan, dan kabupaten (desa). Pilihan intervensi adalah tapak, low rise (rumah susun), atau high rise (apartemen dan sejenisnya).
Selanjutnya adalah dimensi penghasilan. Martin menyoroti menjadi tiga kelompok yang paling bermasalah antara lain miskin, rentan dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Bentuk perlakuannya subsidi penuh, subsidi sebagian atau pemberian insentif.
Kemudian dimensi jenis pekerjaan. Apakah seorang pekerja formal atau informal. Untuk ini semua dianggap rata dengan pemberlakukan skema pinjaman.
"Intervensi yang harus dilakukan adalah kombinasi dari keempat dimensi ini," ucap Martin.
"Ada orang pekerja informal yang penghasilannya rendah masuk ke kelompok rentan tinggal di daerah perkotaan. Intervensi yang tepat kalau dia punya rumah maka rumahnya diperbaiki. Kalau belum punya rumah jangan tinggal di high rise building," jelas Martin.
Lebih lanjut, Martin menyampaikan usulan SMF Research Institute(SRI) dalam pemenuhan program tiga juga rumah. Untuk wilayah perkotaan, target 1 juta rumah per tahunnya terbagi atas 400 ribu untuk mengatasi backlog kepemilikan, dan 600 ribu untuk RTLH.
Di wilayah desa targetnya 2 juta rumah per tahun yang terbagi atas 300 ribu untuk mengatasi backlog kepemilikan dan 1 juta untuk RTLH. Sementara secara umum, program tiga juga rumah ini dapat dilakukan secara hibah dan/atau Subsidi Selisih Bunga (SSB), yang besarnya hibah atau SSB tersebut dapat disesuaikan tergantung kelas ekonomi penerima manfaat.