Kemenkeu Beberkan Alasan Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.461,93 Triliun
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Banten, VIVA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah per 31 Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun. Jumlah itu turun dibandingkan posisi utang per akhir Juli 2024 yang sebesar Rp 8.502,69 triliun.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Riko Amir mengatakan, penurunan utang ini disebabkan adanya pembayaran utang jatuh tempo.
“Jatuh tempo itu kan di satu tahun itu enggak di satu titik, disebar juga. Jadi pas mungkin bulan itu, ada jatuh tempo yang sangat besar, jadi kita bayar utangnya turun,” ujar Riko kepada wartawan di Banten Jumat, 27 September 2024.
Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,49 persen. Angka ini menurun dari rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang sebesar 38,68 persen.
Riko menilai, rasio utang tersebut masih dalam batas aman. Bahkan pihaknya berharap agar rasio utang tetap dipertahankan dalam koridor yang menurun.
Adapun dalam Buku APBN KiTA Edisi September 2024, posisi utang pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Tercatat, untuk SBN sebesar 88,07 persen, sedangkan pinjaman sebesar 11,93 persen.
Bila dirinci, untuk utang yang berasal dari SBN sebesar Rp 7.452,56 triliun. Hal ini terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 6.063,41 triliun, dan SBN valas senilai Rp 1.389,14 triliun.
Sedangkan untuk dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 1.009,37 triliun. Dalam hal ini terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 39,63 triliun, dan pinjaman luar negeri senilai Rp 969,74 triliun.
Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Per akhir Agustus 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,95 tahun.
Kemudian risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga terkendali, menggunakan suku bunga tetap/fixed rate (80 persen total utang) dan dalam rupiah (72,12 persen total utang).
"Hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap," terang Kemenkeu.