Masyarakat Menengah Turun Kelas, Wamenkeu Thomas: Jadi PR Utama Pemerintah Prabowo

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA - Jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terus mengalami penurunan. Sebab, pada 2019 jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa. Namun, turun jadi 47,85 juta jiwa pada 2024.

Survei LPI: Mayoritas Publik Bersentimen Positif Yakin Prabowo Bisa Bawa RI Lebih Baik

Merespons itu, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan turunnya jumlah masyarakat menengah jadi pekerjaan rumah (PR) penting bagi Presiden RI terpilih Prabowo Subianto.

“Saya rasa ini menjadi PR kepada pemerintah-pemerintah Prabowo yang utama. Bagaimana supaya kita mencari solusi-solusi jangka panjang untuk kembali ke level-level yang pra pandemi," kata Thomas di Anyer, Banten, Rabu, 25 September 2024.

Yusril Blak-Blakan soal Napi Kalau Mau Dapat Amnesti Prabowo Harus Ikut Komcad

Thomas menyampaikan, pandemi COVID-19 merupakan faktor utama yang memicu turunnya masyarakat kelas menengah. Sebab, saat itu banyak pekerja kantoran atau buruh pabrik yang diberhentikan karena sektor usaha mengalami guncangan.

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi/Realisasi Investasi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Tak Ada Efek Jera Bagi Koruptor Kalau Dimaafkan, Yusril Singgung 'Otak Belanda'

Maka itu, Thomas bilang saat ini Kementerian Keuangan juga sedang menuju untuk menyediakan solusi agar kelas menengah ini kembali meningkat seperti sebelumnya. Upaya itu juga dengan memberikan ruang agar masyarakat kelas menengah terus tumbuh.

“Kalau teman-teman di BKF (Badan Kebijakan Fiskal) itu selalu istilahnya scaring effect dari pandemi. Nah, sekarang bagaimana kita scaring effect itu kita setop. Itu perlu diperdalam lebih dalam,” jelasnya.

Sebelumnya, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengi pemerintah untuk menaruh perhatian serius atas jumlah kelas menengah yang kian menurun.

Bustanul mengatakan, bila jumlah kelas menengah terus menurun, dikhawatirkan Indonesia berpotensi mengarah kepada revolusi. 

“Kekosongan kelas menengah juga jelek. kalau turun terlalu jauh, lalu menjadi kosong, dan kita ngeri revolusi,” ujar Bustanul dalam Diskusi Publik Indef, Senin, 9 September 2024.

Dia menjelaskan, negara-negara di Amerika Latin dengan struktur kelas yang sangat timpang seringkali mengalami tekanan dan goncangan yang mana ini disebabkan karena kekosongan kelas menengah.

“Sejarah di Amerika Latin, seperti di Kolombia, Panama, dan Venezuela. Di sana, kelas menengahnya kosong. Jumlah tuan tanah besar, tetapi kelas menengahnya sedikit,” ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya