Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Tuai Polemik, Disebut Minim Pembahasan

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.
Sumber :
  • VIVA/ Yeni Lestari.

Jakarta, VIVA – Sejumlah kementerian disebut tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RMPK) yang merupakan merupakan turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024 ini. Hal ini menuai polemik dan sorotan dari berbagai pihak, menyusul besarnya berbagai dampak negatif yang muncul akibat beleid tersebut.

Bea Cukai Parepare Musnahkan Jutaan Barang Ilegal Bernilai 2 Miliar Rupiah

Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, pelibatan semua stakeholder penting dalam diskusi kebijakan. Diharapkan, RPMK dapat didiskusikan ulang dengan partisipasi semua pihak.

“Kebijakan tidak mungkin bisa memuaskan semua orang, tetapi harus mampu mencapai konsensus yang berarti,” ucapnya dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024.

Penindakan Rokok Ilegal di Kendari Pulihkan Ratusan Juta Rupiah Potensi Kerugian Negara

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.

Photo :

Merri, sapaan akrabnya, juga mencatat implementasi mengenai standardisasi kemasan dan desain produk tembakau seharusnya melibatkan masukan dari Kemenperin. Sayangnya, Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses public hearing yang digelar oleh Kemenkes, yang mengisyaratkan adanya pengabaian.

Rokok Ilegal Makin Menjamur, Industri Dorong Langkah Tegas Pemerintah

"Kejadian ini berulang, dan kami berharap untuk diikutsertakan dalam diskusi kebijakan yang berpengaruh besar terhadap industri kami," katanya.

Dia menegaskan bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tengah dirumuskan dalam RPMK oleh Kemenkes perlu diperhatikan dengan seksama, mengingat dampaknya terhadap perekonomian nasional dan masyarakat luas, khususnya bagi industri hasil tembakau.

"Kami semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, tetapi kita juga harus mempertimbangkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537 ribu orang," ujarnya.

Senada dengan itu, Negosiator Perdagangan Ahli Madya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Angga Handian Putra menegaskan bahwa pihaknya belum terlibat resmi dalam perumusan RPMK. Dia berpendapat, kemasan rokok polos tanpa merek dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang dan perdagangan internasional.

"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," tegasnya.

Ia turut memandang bahwa masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dengan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan tersebut yang tidak relevan dengan besarnya skala serapan tenaga kerja industri tembakau di Tanah Air.

"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," tutur Angga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya