Rencana Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Kian Tuai Protes

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

Jakarta, VIVA – Rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek kian menuai protes. Isu ini disebut diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK)

Beleid ini diduga tidak berdasarkan kajian ilmiah sehingga berisiko merugikan para pelaku usaha sekaligus memberi tekanan tambahan yang tidak perlu terhadap perekonomian nasional.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK lahir dengan cacat hukum dan berpotensi merugikan berbagai pihak.

“Peraturan ini begitu lahir, ada komplain di mana-mana, langsung mendapat keluhan dari berbagai asosiasi. Termasuk dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tidak dilibatkan dalam proses perumusan,” kata dia dikutip dalam keterangan tertulis, Minggu, 22 September 2024.

Ilustrasi rokok (picture-alliance/dpa/APA/H. Fohringer).

Photo :
  • dw

Sutrisno menyatakan bahwa banyak asosiasi, termasuk di sektor periklanan dan tembakau, telah mengajukan protes terhadap PP 28/2024. Ia menyoroti berbagai kejanggalan yang diamanatkan dalam regulasi. Misalnya, terkait zonasi dan batasan jarak 200 meter, yang dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang sudah ada terlebih dahulu.

“Lalu ada lagi aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang merugikan. Konsumen bisa saja beralih ke produk yang lebih murah dan ilegal, sehingga target penurunan prevalensi perokok tidak akan tercapai,” katanya.

Lebih lanjut, Sutrisno mengungkapkan bahwa konsumen mungkin akan membeli produk dengan harga lebih rendah yang bisa berujung pada peningkatan konsumsi rokok jika kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek diterapkan.

Geger Kemasan Rokok Polos, DPR: Diskriminatif dan Abaikan Hak Rakyat

Dia juga menegaskan kebijakan ini sejatinya bertentangan dengan Undang-Undang yang melindungi hak atas merek dan menciptakan tabrakan hukum, termasuk soal pencantuman cukai yang tidak akan terlihat jelas karena desain kemasan didominasi oleh peringatan kesehatan.

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekonomi dari kebijakan ini.

Terancam PHK, Serikat Pekerja Sektor Tembakau Protes Kenaikan Cukai Rokok

Ia mencatat bahwa industri rokok menyumbang 10 persen dari penerimaan negara dan memperingatkan bahwa regulasi yang berlebihan dapat memperburuk situasi ekonomi, terutama di tengah defisit anggaran yang dihadapi pemerintah.

Dengan demikian, jika aturan kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan, hal ini akan berdampak besar terhadap perekonomian baik dari aspek penerimaan maupun pertumbuhan ekonomi.

Berdampak ke Industri, DPR Sebut Aturan Kemasan Rokok Polos Rugikan Sektor Tembakau

"Diperlukan keadilan bagi industri rokok, namun sulit mencapainya," jelasnya.

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)

Bisa Matikan Industri Hasil Tembakau, Pelaku Ekosistem Protes Kenaikan Cukai di 2025

Sejumlah perwakilan ekosistem pertembakauan menilai, berbagai aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait sektor pertembakauan nasional, telah menjadi beban tamb

img_title
VIVA.co.id
21 September 2024