Badan Pangan Nasional Sebut Harga Beras Melonjak Bikin Bahagia Petani

Rachmi Widiriani dan Sonya Mamoriska
Sumber :
  • VIVA/Ainuni Rahmita

Bali, VIVA – Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan di Badan Pangan Nasional, Rachmi Widiriani membenarkan bahwa harga beras dalam negeri tengah melonjak.

Ancam Industri Hasil Tembakau, Asosiasi Petani Tegaskan Rancangan Aturan Ini Bermasalah

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat lonjakan harga beras di semua level distribusi pada Februari 2024.

Di tingkat penggilingan, harga beras naik 6,76 persen secara bulanan dan 24,65 persen secara tahunan, sementara di tingkat grosir kenaikannya mencapai 5,96 persen secara bulanan dan 20,08 persen secara tahunan. Di tingkat eceran, harga beras pun naik sebesar 5,28 persen secara bulanan dan 19,28 persen secara tahunan.

Program Asuransi Pertanian Ahmad Ali-AKA Didukung Positif Kementan

Rachmi menjelaskan bahwa meskipun harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya produksi. Menurutnya, kenaikan harga beras merupakan konsekuensi dari proses produksi yang semakin mahal. 

"Kalau kita perhatikan, memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi biaya produksinya juga sudah tinggi," ujar Rachmi dalam acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 yang berlangsung di Bali International Convention Centre, Kamis, 19 September 2024.

Banyak Pasal Janggal Rugikan Industri, Asosiasi Petani Protes Rancangan Permenkes Soal Produk Tembakau

Ilustrasi petani.

Photo :
  • Dok. Telkomsel

Selain tingginya biaya produksi, Rachmi menekankan bahwa petani juga harus mendapatkan hak untuk meraih keuntungan dari hasil panen mereka. Ia melihat lonjakan harga gabah yang melebihi Harga Pokok Penjualan (HPP) sebagai momen yang menguntungkan bagi petani.

"Petani juga berhak mendapatkan keuntungan, saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP," sambungnya.

Lebih lanjut, Rachmi menjelaskan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan indikator kesejahteraan petani, khususnya di sektor tanaman pangan, juga berada pada level yang baik.

NTP ini menggambarkan perbandingan antara pendapatan yang diterima petani dari hasil pertanian dengan pengeluaran yang mereka perlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dan konsumsi.

Jika NTP tinggi, petani memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan pengeluarannya, sehingga kesejahteraan mereka meningkat.

“Kita juga lihat Nilai Tukar Petani (NTP), khususnya tanaman pangan saat ini juga bagus,” ungkap Rachmi.

Ilustrasi Petani. Sumber: unsplash.com

Photo :
  • vstory

Tingginya harga beras saat ini dianggap sebagai kesempatan bagi petani untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari hasil panen mereka. Hal ini dinilai membuat kondisi ekonomi petani menjadi lebih stabil dan sejahtera, terutama bagi mereka yang bergerak di sektor tanaman pangan.

Namun, Rachmi juga menyadari pentingnya memastikan bahwa konsumen dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau.

Menurutnya, Pemerintah perlu hadir di tengah-tengah, agar petani mendapatkan keuntungan yang layak, sementara konsumen tetap bisa membeli beras dengan harga yang wajar.

"Pemerintah harus hadir di tengah-tengah, petani mendapatkan hak yang bagus, kemudian konsumen juga dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik," ungkap Rachmi.

Untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan petani dan konsumen, Rachmi menyebutkan perlunya efisiensi dalam produksi. Dengan meningkatkan efisiensi, diharapkan produktivitas beras bisa meningkat, sehingga harga beras dapat kembali stabil dalam jangka panjang. 

"Kita harus lakukan efisiensi. Jadi dengan efisiensi, produktivitas naik, maka harga beras bagus, penghasilan petani bagus, dan lama-lama harga akan stabil," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya