Indonesia Jadi Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar, Target Net Zero Emission Terkendala Ini
- Pixabay
Jakarta, VIVA – Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, menyebut bahwa Indonesia saat ini masih menjadi salah satu negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Di lain sisi, Indonesia juga memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar.
Rosan menyebut, potensi tersebut bisa mencapai 3.677 gigawatt. Potensi itu berasal dari berbagai sumber energi. Mulai dari tenaga surya, angin, hydro, biomassa, arus laut, dan panas bumi.
"Kalau dilihat energi yang berpotensi untuk di Indonesia baru terbarukan nilainya 3.677 gigawatt potensi, kita bicara potensi yang di mana berasal tenaga surya, angin, hydro, arus laut, biomass, panas bumi dan lain-lain," kata Rosan di acara Leaders Forum bertajuk 'Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia,' di Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
Potensi besar ini disebut Rosan sebagai langkah penting untuk mencapai target net zero emission pada 2060. Namun, dia mengakui bahwa upaya Indonesia untuk menurunkan emisi karbon masih jauh dari target yang telah ditetapkan.
Saat ini, porsi energi terbarukan baru mencapai 14 persen, sedangkan targetnya adalah 23 persen pada 2025. Di lain sisi, Rosan juga menyebut bahwa Indonesia masih menjadi salah satu yang terbesar sebagai negara penghasil emisi karbon.
"Jadi, kita memang ketinggalan dari target-target kita," ujarnya.
Rosan juga menekankan bahwa potensi besar ini akan tetap menjadi potensi semata jika tidak ada kebijakan yang mendukung, seperti pemberian insentif. Dia menyampaikan, demi mempercepat transisi menuju energi hijau yang efisien dan efektif, kebijakan yang tepat sangat diperlukan.
"Indonesia ini baru potensi tetap jadi potensi apabila tidak melakukan kebijakan atau regulasi yang mendukung. Bagaimana kita beralih ke energi hijau lebih cepat dan efisien," tambahnya.
Dia mengungkapkan, Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi permintaan global terhadap energi bersih, agar tidak tertinggal dari negara-negara lain, utamanya negara tetangga.
"Kita mendorong pembangunan yang berbasis clean energy bukan karena harus, tetapi demand pasar," kata Rosan.