3 Indikator Kelas Menengah di Indonesia  Merosot, Gak Bisa Ngelak!

Gedung Perkantoran Jakarta (Ilustrasi Kondisi Ekonomi RI).
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jakarta, VIVA – Perbincangan kelas menengah di Indonesia yang terus menjadi sorotan dan perbincangan hangat para pelaku pasar hingga pengamat. Kondisi tersebut terlihat jelas di beberapa sektor sebagai bukti nyata bagi semua pasang mata.

Ekonom Ingatkan Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Turunkan Daya Beli Masyarakat

Sebagaimana diketahui bahwa kelas menengah (middle class) memiliki peran penting terhadap ekonomi di Indonesia. Mereka menjadi penggerak inti roda keuangan sehingga jika jumlahnya merosot bukan tidak mungkin memberikan efek domino berupa kemerosotan finansial negara. 

Tren penurunan dimulai saat pandemi Covid-19 yang diprediksi masih berlangsung sampai saat ini. Media Asing Singapura, Channel News Asia (CNA), menduga penyusutan kelas menengah di Indonesia disebabkan banyak faktor.

Survei PIlgub Jateng SMRC-Indikator Janggal, Persepi Harus Bongkar Data

Mulai dari tingginya tarif pajak, kenaikan harga barang konsumsi, kurangnya insentif dari pemerintah kepada kelas menengah hingga buruknya kinerja sektor manufaktur dalam negeri sehingga mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang masih terus terjadi. Di mana pada akhirnya membuat ekonomi strata ini semakin tertekan.

Ilustrasi uang/pinjaman online

Photo :
  • Pixabay/Tumisu
Polda Sumut Gagalkan Penyelundupan Sabu 54 Kg yang Bakal Dikirim ke Jakarta

Dikutip dari keterang resmi Grant Thornton Indonesia pada Minggu (15/9/2024), Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengungkapkan bukti nyata kelas menengah di Indonesia semakin tergerus. Andry membeberkan setidaknya ada tiga indikator utama.

Pertama, data simpanan masyarakat di bank menunjukkan adanya penurunan tabungan pada kelompok terbawah ketika harga makanan pokok naik. Meski bantuan sosial (bansos) dari pemerintah sempat membantu meredam penurunan tetapi indeks belanja kelas menengah kenyataannya mengalami stagnasi.

Situasi ini menandakan mayoritas penghasilan mereka masih tergerus oleh kenaikan harga bahan pangan. Tabungan yang sebelumnya digunakan untuk kebutuhan mendesak mulai digunakan untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.

Indikator kedua yang menunjukkan penurunan kelas menengah adalah turunnya penjualan produk konsumsi seperti rokok. Andry menyampaikan laporan PT Gudang Garam Tbk sebagai produsen rokok yang menunjukkan kemerosotan volume sebesar 7,2 persen pada paruh pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. 

Lesunya penjualan rokok diiringi lonjakan  tarif cukai hasil tembakau yang naik 10 persen pada tahun lalu. Emiten menyebutkan pihaknya berencana tidak menambah kapasitas produksi tahun ini imbas daya beli masyarakat masih lesu sehingga volume penjualan relatif berkurang.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa kelas menengah mulai menyetop pembelian terhadap rokok. Kini, dana tembakau dialokasikan untuk membeli bahan kebutuhan dasar.

Tanda ketiga yang menjadi bukti terlihat di sektor manufaktur. Di mana penjualan kendaraan bermotor anjlok karena minat masyarakat kelas menengah untuk membeli motor baru terus berkurang. Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), penjualan sepeda motor pada April 2024 turun sebesar 28 persen dibandingkan Maret 2024.

Nasib serupa juga terjadi pada penjualan mobil atau kendaraan roda empat yang mengalami penurunan hingga dua digit. Ini menunjukkan kelas menengah semakin berhati-hati dalam mengatur pengeluaran  dan cenderung menunda pembelian barang-barang yang dinilai tidak mendesak.

Membahas Permasalahan Kelas Menengah di Jakarta

Membahas Permasalahan Kelas Menengah di Jakarta

Salah satu isu yang menjadi pokok diskusi adalah penetrasi transportasi massal Transjakarta yang menjadi andalan 1,3 juta warga Jakarta untuk mobilisasi.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024