Pedangang Pasar hingga Toko Kelontong Tolak PP Kesehatan, Berharap Pemerintahan Prabowo Tinjau Ulang

Ilustrasi toko kelontong.
Sumber :
  • Pixabay

Jakarta, VIVA – Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) jadi sorotan publik saat ini. Termasuk oleh  Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) yang bisnisnya terdampak aturan itu.

Jurus Mercy Corps Indonesia dan Nikel Perluas Akses Kredit Bagi Pelaku UMKM Perempuan

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak. Usulan pasal ini mendapat penolakan dari berbagai kelompok masyarakat, terutama pemilik toko kelontong dan warung kecil.

Menurut Ketua Umum APARSI Suhendro penentuan jarak dan radius yang disertakan tidak memiliki alasan yang jelas. Bagaimana pengawasan dari pelaksanaan aturan tersebut pun dipertanyakan.

5 Pertimbangan Mending Bisnis Toko Sembako Atau Pekerja Kantoran

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

“Kita tegas menolak. Karena itu pasti membuat pendapatan pendagang kita menurun. Dengan kondisi ekonomi menurun saat ini, maka peraturan itu harus di-review ulang oleh Pemerintah Baru,” kata Suhendro, dalam keterangannya, Jumat, 13 September 2024.

Ekonom Beberkan Penerapan Ideal ESG di Bisnis Perbankan

“Prabowo (presiden terpilih Prabowo Subianto) dulu pernah menjadi ketua asosiasi pedagang pasar ya. Jarak 200 meter itu harus dihapus. Aturan ko memberatkan,” tegasnya.

Seperti diketahui, proses penyusunan aturan UU Kesehatan dan PP Kesehatan menimbulkan pro dan kontra. Meski sejak awal mendapat banyak protes karena prosesnya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, pengesahan kedua aturan tersebut tetap dilakukan Pemerintah. 

“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban masa depan bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden dan wakil presiden terpilih,” tambah Suhendro.

Ilustrasi rokok (picture-alliance/dpa/APA/H. Fohringer).

Photo :
  • dw

Senada dengan Suhendro, pemilik toko kelontong di Cianjur, Enjang, mengatakan aturan tersebut bisa membuat ekonominya makin susah. Dia mengaku selama berjualan tidak pernah menjual barang yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak.

Ia menegaskan, keberadaan tokonya bukan baru satu atau dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun. Usaha yang dibangunnya selama ini menjadi sumber penghasilan utamanya, sehingga aturan-aturan yang menekan seperti yang tertuang tersebut justru akan berpotensi menurunkan pendapatannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya