Asosiasi Vaporizer Ikut Tolak Wacana Kemasan Polos, Ini Alasannya

Macam-macam bentuk rokok elektrik atau vape.
Sumber :
  • dok. pixabay

Jakarta, VIVA – Desakan untuk menghentikan aturan kemasan polos pada produk hasil tembakau seperti rokok konvensional dan rokok elektronik semakin kuat, karena dianggap tidak efektif.

Asosiasi Konsumen Vape Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan Kemasan Polos Tanpa Merek

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita mengatakan, wacana dari Kementerian Kesehatan yang berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait hal itu, dinilai justru akan melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI) dan menyuburkan rokok ilegal.

"Pengaturan soal kemasan polos ini berisiko melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI) dan berpotensi mempermudah pemalsuan produk," kata Garindra dalam keterangannya, Kamis, 12 September 2024.

Bangun Pemahaman Mahasiswa, Bea Cukai Gelar Sosialisasi di Lamongan, Semarang, dan Makassar

Ilustrasi Vape

Photo :
  • ist

Dia mengatakan, jauh sebelum aturan ini menjadi polemik kembali, Indonesia bersama dengan negara lainnya pernah menggugat Australia pada kebijakan semacam ini. Sebab, aturan itu dinilai melemahkan daya saing produk rokok Indonesia di pasar Internasional.

Serikat Pekerja Tembakau Tolak Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Singgung soal HAKI

"Seringkali terlupakan bahwa kemasan polos adalah pelanggaran HAKI. Merek adalah identitas perusahaan, dan banyak perusahaan termasuk di industri tembakau, berinvestasi besar dalam riset dan pengembangan merek mereka," ujarnya.

Dia mengaku sangat mengkritik kebijakan ini, mengingat Israel adalah satu-satunya negara yang menerapkan kemasan polos untuk rokok elektronik. Faktanya, kemasan polos dapat memperburuk masalah rokok ilegal, dan membuka celah bagi produk ilegal yang lebih murah dan menarik.

"Artinya mereka meniru regulasi Israel untuk mematikan industri ini, kita harus waspada terhadap aturan yang dibuat tanpa dasar yang jelas," kata Garindra.

Dia menambahkan, kebijakan serupa di negara lain seperti Australia, Britania Raya, dan Prancis, justru meningkatkan peredaran rokok ilegal tanpa mengurangi konsumsi. Di Australia, peredaran rokok ilegal melonjak mendekati 30 persen pada 2023, sementara di Britania Raya jumlah perokok naik dari 16,5 persen menjadi 17,1 persen setelah penerapan kemasan polos pada 2017. Sementara Perancis juga mengalami kegagalan serupa dalam menurunkan penjualan tembakau.

"Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai urgensi RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau, mengingat Peraturan Pemerintah 28/2024 sudah mengatur kemasan rokok dengan detail," kata Garindra.

"Namun dalam RPMK yang sedang diperdebatkan, Pasal 4 ayat 2a, Pasal 5, hingga Pasal 7, nyatanya juga mengatur secara rinci standar kemasan produk tembakau termasuk desain, ukuran, dan warna, yang mengarah pada implementasi kemasan polos," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya