Kelas Menengah Turun hingga Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Nasib Pinjol

Ilustrasi Kelas Menengah di Indonesia
Sumber :
  • CNA (Channel News Asia)

Jakarta, VIVA – Perekonomian Indonesia saat ini sedang menjadi sorotan. Salah satunya karena adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah.

Penjelasan OJK soal Penggeledahan Kantor oleh KPK

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun. Pada 2019, jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa.

Namun, pada 2024, jumlah kelas menengah semakin turun menjadi 47,85 juta jiwa. Tak hanya itu, Indonesia juga tercatat mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut, dari Mei hingga Agustus 2024.

Setelah Bank Indonesia, Giliran KPK Geledah Kantor OJK soal Korupsi Dana CSR

Pada Agustus 2024, deflasi sebesar 0,03 persen terjadi secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,12 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,06.

Nasib Pinjaman Online

Viral Istilah Pinjol Diganti Jadi Pindar, Apa Sih Bedanya?

Seorang karyawan toko penjualan telepon seluler (ponsel) di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur mencuri data pribadi milik 26 orang pelamar kerja untuk pinjaman online atau pinjol.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Lantas, bagaimana nasib pinjaman online di tengah penurunan kelas menengah dan daya beli masyarakat? Rupanya, bisnis pinjaman online alias pinjol ini justru masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat.

Hal tersebut diungkapkan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan laporan OJK, hingga Juli 2024, pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan dan fintech peer-to-peer (P2P) lending tetap tinggi.

Kondisi ini menunjukkan bahwa industri pembiayaan dan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) mampu menghadapi tantangan ekonomi yang ada.

"Hal ini menunjukkan adanya tren pertumbuhan pembiayaan yang tetap terjaga dan memberikan sinyal bahwa industri multi finance dan peer to peer lending tetap memiliki kemampuan dalam memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, seperti dikutip dari Antara, Selasa, 10 September 2024.

Dia membeberkan, kemampuan industri pembiayaan dan fintech P2P lending dalam memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat tercermin dari pertumbuhan piutang pembiayaan sebesar 10,53 persen secara year-on-year (yoy) pada Juli 2024, mencapai Rp494,10 triliun. Sementara itu, outstanding pembiayaan di sektor P2P lending tumbuh lebih signifikan, sebesar 23,97 persen yoy, dengan total Rp69,39 triliun.

Dengan demikian, lanjut Agusman, pembiayaan baik dari multi finance, maupun peer to peer lending, diperkirakan dapat terus melanjutkan pertumbuhan ke depannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya