DPR Soroti Minimnya Pelibatan Publik Dalam Rancangan PP Tembakau dan Rokok Elektrik

Macam-macam bentuk rokok elektrik. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • dok. pixabay

Jakarta, VIVA – Sejumlah kalangan masih melayangkan protes atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur tentang produk tembakau dan rokok elektrik yang dinilai kontroversial. Aturan ini diklaim diterbitkan secara mendadak tanpa melibatkan dan mengakomodir masukan dari banyak pihak terkait, termasuk sejumlah Kementerian dan Lembaga yang berperan penting dalam sektor ini.

Polemik RPMK, Petani Tembakau dan Cengkeh Minta Perlindungan Kementan

Komisi IX DPR RI mengkritisi langkah Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, yang tidak secara utuh melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk DPR, dalam penyusunan aturan turunan tersebut. Aspirasi itu juga disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kemenkes, Kamis, 29 Agustus 2024 lalu. Selain minimnya pelibatan publik, penerbitan PP 28/2024 pun dinilai masih luput dalam menjawab beberapa kontroversi yang hadir dalam aturannya.

Anggota Fraksi Golkar Komisi IX DPR RI, Dewi Asmara, menyoroti bahwa aturan ini telah luput dalam mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan cukai, yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.

Petinggi Gerindra Diisukan Gantikan Retno Marsudi Jadi Menlu, Begini Respons DPR

"Bahkan dari cukai rokok itu saja, sekian persennya pun masuk dalam anggaran kesehatan. Justru hal ini tidak dipertimbangkan. Inikan menjadi ironis," kata Dewi dalam keterangannya, Rabu, 4 September 2024.

Petani menjemur daun tembakau di Sidomulyo, Senden, Selo, Boyolali, Jawa Tengah. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
PKB Dukung Penambahan Kementerian untuk Pemerintahan Prabowo demi Percepatan Pembangunan

Demi menilai implementasi PP Kesehatan bias. Menurutnya, fakta ini makin menguatkan anggapan bahwa peraturan yang diterbitkan ini justru berjalan dengan sendiri, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai pihak.

Padahal dari awal, semangat dan prinsip pembentukan beleid sepatutnya menegaskan bahwa pengawasan ketat pun harus disertai berbagai pertimbangan dari berbagai kalangan dan sektor.

Dewi menyebut, Dirinya bahkan belum melihat bagaimana sistem pengawasan yang akan dilakukan pemerintah terkait beleid yang dikeluarkan. Karena jika tidak dilakukan, Dia justru melihat adanya risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, seperti marak munculnya rokok-rokok ilegal yang justru akan merugikan.

"Ada risiko yang lebih besar jika masyarakat mulai beralih ke perdagangan rokok ilegal. Kita tidak bisa hanya melihat dari satu sudut pandang. Pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek untuk menghindari masalah yang lebih besar di kemudian hari," ujar Dewi.

Dengan situasi ini, Dewi pun mendesak pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam menyusun dan menerapkan peraturan, serta memastikan bahwa semua pihak terkait dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan. Tujuannya tak lain adalah untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan ekonomi lokal.

"Polemik ini terjadi karena masyarakat, pengusaha, petani, maupun tenaga kerja tidak dilibatkan dalam pembicaraan PP 28. Aturan ini pun seakan dibuat secara kilat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya