RI Deflasi Empat Bulan Beruntun, Jumlah Masyarakat Kelas Menengah Turun?

Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Indonesia tercatat telah mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024 hingga Agustus 2024. Pada Agustus 2024 ini deflasi sebesar 0,03 persen secara month to month (mtm). 

Marak PHK dan Daya Beli Melemah, Kebijakan Lintas Sektor Dinilai Diperlukan

Pemerintah pun baru-baru ini menyampaikan bahwa masyarakat kelas menengah mengalami penurunan. Padahal masyarakat kelas menengah merupakan penggerak utama konsumsi domestik.

Merespons hal ini, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengakui deflasi selama empat bulan beruntun ini dipengaruhi oleh turunnya jumlah kelas menengah. Menurutnya, deflasi itu disebabkan karena sisi permintaan yang rendah.

Kelas Menengah Turun Kelas, Menko PMK Sebut Tambahan Iuran Pensiun Bakal Bikin Berat

"Deflasi ada di persoalan sisi permintaan yang rendah bukan sekedar harga pangan turun. Ini bisa dilihat dari inflasi inti (core inflation) yang cukup rendah. Ada kaitan dengan jumlah kelas menengah yang jumlahnya menurun dan perubahan pola menahan belanja non-kebutuhan pokok," ujar Bhima saat dihubungi VIVA Selasa, 3 September 2024.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Photo :
  • VIVAcoid
Kelas Menengah Turun hingga Daya Beli Masyarakat Lesu, Begini Nasib Pinjol

Di sisi lain, penyebab deflasi empat bulan beruntun ini dikarenakan kenaikan upah yang sangat kecil. Kemudian investasi yang masuk ke Indonesia tidak berkualitas.

"Upah kenaikannya terlalu kecil, investasi yang masuk makin tidak berkualitas, serapan kerja terbatas sehingga banyak beralih ke pekerjaan sektor informal," jelasnya.

Bhima menilai, bagi negara berkembang dengan populasi usia produktif yang besar, kondisi deflasi menurutnya cukup anomali. Bahkan dia memperkirakan deflasi beruntun ini sulit bagi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2024.

"Apalagi masih terjadi bonus demografi sampai 2036. Ada yang bermasalah secara struktural ekonomi. Deflasi beruntun akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,9-5 persen, jadi meleset dari target 5,2 persen," imbuhnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkapkan, deflasi empat bulan berturut-turut ini diduga terjadi karena masyarakat menahan belanja.

“Diduga rumah tangga menahan konsumsi non makanan. Sehingga seharusnya terlihat pada turunnya permintaan atau demand dari konsumsi non makanan,” kata Pudji dalam konferensi pers Senin, 2 September 2024.

Pudji menjelaskan fenomena deflasi secara beruntun disebabkan dari sisi supply atau penawaran. Dalam hal ini karena sejumlah komoditas pangan di Indonesia memasuki panen raya. 

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Menurutnya, fenomena deflasi beruntun sudah beberapa kali terjadi. Dia mencontohkan kejadian krisis moneter atau finansial hingga krisis pandemi COVID-19 yang menyebabkan inflasi beruntun. 

“Fenomena deflasi di Indonesia bukanlah fenomena baru. Jadi pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia, Indonesia mengalami deflasi 7 bulan berturut turut yaitu Maret 1999 sampai September 1999 sebagai akibat depresiasi nilai tukar dan penurunan sejumlah harga barang,” jelasnya.

Lalu, periode deflasi lainnya terjadi pada Desember 2008 dan Januari 2009 selama krisis finansial global. Dalam periode ini, deflasi terjadi karena penurunan harga  minyak dunia hingga pelemahan permintaan domestik. 

Deflasi beruntun juga terjadi pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 menghantam RI. Saat itu terjadi deflasi selama tiga bulan beruntun mulai Juli 2020 hingga September 2020.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya