Airlangga: Setengah dari Belanja Warga RI di Luar Negeri Bisa Dongkrak Ekonomi Nasional
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta,VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah sangat mendukung program 'Belanja di Indonesia Saja' yang digagas oleh Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo).
Menurutnya, apabila program itu bisa benar-benar diimplementasikan oleh masyarakat Indonesia, maka secara otomatis hal itu akan turut mendongkrak konsumsi di dalam negeri yang akan berdampak positif terhadap ekonomi nasional.
"Pemerintah mendukung program Hippindo yakni 'Belanja di Indonesia Saja', sehingga bisa mendorong konsumsi di dalam negeri," kata Airlangga di acara 'Indonesia Retail Summit 2024', di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, Rabu, 28 Agustus 2024.
Dia mengakui bahwa nilai belanja masyarakat Indonesia di luar negeri saat ini sangat besar. "Sehingga kalau kita bisa mendapatkan setengah saja belanja orang Indonesia yang pergi ke luar negeri, maka itu akan mendongkrak pembelian di dalam negeri sekaligus perekonomian kita," ujarnya.
Terlebih, Airlangga meyakini bahwa saat ini sebenarnya tidak ada barang-barang yang dijual di luar negeri yang tidak ada di Indonesia. "Tidak ada barang yang dijual di luar negeri yang tidak ada di Indonesia. Saya bisa katakan, tidak ada. Semua barang yang ada di luar negeri pasti ada juga di Indonesia," kata Airlangga.
Dengan program 'Belanja di Indonesia Saja' yang diusung Hippindo tersebut, Dia memastikan bahwa hal itu akan membantu program-program pemerintah, yang juga terus berupaya mendorong pertumbuhan konsumsi secara nasional.
Apalagi, lanjut Airlangga, ke depannya pemerintah juga akan mendorong pemanfaatan teknologi dari sisi pembayaran, untuk lebih memudahkan transaksi masyarakat dalam membeli dan mengonsumsi barang-barang di Indonesia.
Hal itu dilakukan oleh pemerintah, antara lain untuk memonitor aspek perpajakan yang akan menjadi pemasukan bagi negara dari program 'Belanja di Indonesia Saja' tersebut .
"Kita ke depannya juga mendorong penggunaan teknologi dalam segi pembayaran untuk meningkatkan inklusi keuangan. Kalau semua menggunakan QRIS, menggunakan e-money, tentu itu akan memudahkan dan pemerintah juga bisa memonitoring tax payer kita, itu juga penting. Karena jumlah pembayar pajak kita masih relatif rendah, di mana kita punya taxpayer itu baru sekitar 31 juta (wajib pajak)," ujarnya.