Airlangga Sebut Mal di Indonesia Lebih Baik Dibanding Berbagai Negara di Dunia, Termasuk AS
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan, data World Bank menyebut bahwa sejak tahun 2002 pertumbuhan sektor ritel di Tanah Air rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal itu diutarakan Airlangga saat mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi), di pembukaan 'Indonesia Retail Summit 2024' yang digelar oleh Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hipindo).
"Berdasarkan laporan World Bank, pertumbuhan sektor konsumsi atau ritel di Indonesia itu secara rata-rata sejak tahun 2002, itu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi. Jadi komponen annual growth sektor retail adalah 12 persen," kata Airlangga di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, Rabu, 28 Agustus 2024.
Dia menambahkan, hal itu misalnya dapat dilihat dari omset sektor ritel untuk di Jakarta saja, yang per tahunnya bisa mencapai angka Rp 700 triliun. "Jadi ini adalah sebuah angka yang besar," ujarnya.
Contoh lainnya menurut Airlangga adalah soal fakta bahwa umumnya mal-mal yang ada di Indonesia khususnya di Jakarta, masih lebih baik dibandingkan dengan berbagai mal di level global termasuk di San Francisco.
"Kita tahu kalau mal di Indonesia lebih baik dari berbagai mal di global, termasuk di San Francisco. Di berbagai negara lain, kita lihat mal-nya tidak se-modern yang ada di Indonesia. Wabil khusus ada di Jakarta. Jadi kita harus tepuk tangan kepada para peritel ini," kata Airlangga.
Dia pun menjelaskan alasan kenapa sektor ritel di Indonesia terutama di Jakarta begitu kuat. Hal itu karena pendapatan per kapita warga Jakarta telah melebihi pendapatan level menengah (middle income), di mana pendapatan rata-ratanya mencapai hingga US$20 ribu per tahunnya.
Sehingga, lanjut Airlangga, hal inilah yang turut mendorong tingginya pertumbuhan sektor ritel dan mal-mal di Indonesia terutama di Jakarta, yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur tingginya pertumbuhan sektor ritel tersebut.
"Rata-rata pendapatan di Jakarta itu US$20 ribu per tahun. Nah, tentu ini juga turut mendorong jumlah mal, yang bisa dijadikan alat untuk memonitor pertumbuhan ekonomi," kata Airlangga.
"Jadi dari jenis ritel apa yang ada di kota itu sudah mencerminkan berapa level income per kapita. Berapa jumlah Alfamart, Indomaret, Ace Hardware, iBox, itu menjadi indikator-indikator ekonomi nasional dan juga menjadi indikator daya beli masyarakat terhadap ritel kita," ujarnya.